Dinkes Minahasa Utara : Pelatihan bagi Bidan Desa tentang Pelayanan KB Pasca Persalinan

0 komentar



Tahun 2011, Kementerian Kesehatan telah meluncurkan Program Jaminan Persalinan (Jampersal), dimana salah satu kegiatannya adalah pelayanan KB pascapersalinan. Terkait dengan kebijakan Jampersal, diperoleh suatu strategi agar semua ibu yang bersalin ditolong  oleh tenaga kesehatan dan segera mendapatkan pelayanan  KB pascapersalinan. 

Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa metode KB modern yang lebih banyak digunakan adalah metode jangka pendek yakni 46,3% sedangkan metode jangka panjang hanya  8,7%. Jampersal juga merupakan peluang untuk menurunkan missed opportunity (24,9%, SDKI 2007) dengan meningkatkan kepersertaan KB pada pascapersalinan menggunakan metode jangka panjang utamanya pada pasangan usia subur 4 Terlalu (Terlalu Tua, Terlalu Muda, Terlalu Dekat Jarak Kelahiran, Terlalu Banyak Anak ).

Dalam rangka menyediakan pelayanan KB yang maksimal, khususnya pelayanan KB pasca persalinan dengan metode jangka panjang, Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa memandang perlu mempersiapkan tenaga kesehatan yang mampu dan terampil dalam memberikan pelayanan KB. Untuk itu perlu dilakukan peningkatan kapasitas petugas kesehatan, khususnya bidan desa, dalam memberikan pelayanan KB pascapersalinan.

Pelatihan Pelayanan KB Paca Persalinan diadakan selama 2 hari dari tanggal 21-22 Maret bertempat di Hotel Sutanraja, Minahasa Utara. Pelatihan yang melibatkan 33 orang bidan desa dari 11 Puskesmas ini ditujukan untuk : (1) meningkatkan kemampuan bidan desa dalam memberikan pelayanan KB pasca persalinan, utamanya AKDR pasca persalinan, sesuai dengan standar; (2) meningkatkan kemampuan bidan desa dalam melakukan pencegahan infeksi dan kewaspadaan umum dalam pelayanan KB; (3) meningkatkan kemampuan bidan desa dalam melakukan analisis situasi, mencatat dan mendata kegiatan pelayanan KB; (4) meningkatkan kemampuan bidan desa dalam membuat perencanaan kebutuhan alat kontrasepsi.

Pelatihan selama dua hari ini diisi dengan pemberian materi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Utara dan dilanjutkan dengan praktek, mulai dari pemberian pelayanan KB pascapersalinan, pencatatan sampai dengan pelaporannya. Waktu yang terbatas membuat tidak semua hal terkait pelayanan KB pasca persalinan dapat dibahas, oleh karena itu Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Utara akan melakukan   coaching untuk bidan desa di masing-masing Puskesmas yang jadwalnya akan ditentukan kemudian. Selain itu ada juga usulan dari pada bidan desa untuk melakukan pelatihan pemasangan implan dan IUD yang akan ditindaklanjuti Dinas Kesehatan bekerjasama dengan Badan KB dan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Minahasa Utara. 

Respon positif diberikan oleh para peserta pelatihan yang merasa bahwa setelah mengikuti pelatihan ini mereka menjadi : (1) semakin mengerti definisi operasional pelayanan KB; (2) semakin memahami teknik dalam memberikan pelayanan KB pascapersalinan; (3) semakin memahami tata laksana pencegahan infeksi dan kewaspadaan umum dalam pelayanan KB; dan (4) mampu melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai format pelayanan KB yang terbaru.

Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Utara, dr. Rina Widayati, M.Kes, dalam sambutannya sebelum menutup pelatihan tersebut berharap bahwa setelah mengikuti pelatihan cakupan pelayanan KB pasca persalinan dapat meningkat dalam rangka mencapai Standar Pelayanan Minimal Pelayanan Kesehatan dan Tujuan Pembangunan Minelium (SPM).


Kelas Ibu Hamil Bantu Menekan Angka Kematian Ibu di Kabupaten Minahasa Utara

0 komentar



 
Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Utara mencanangkan pelaksanaan Kelas Ibu Hamil di 30 desa dalam wilayah kerja 10 Puskesmas sebagai salah satu upaya untuk menekan angka kematian ibu dalam rangka pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) dan Standar Pelayanan Minimal bidang Kesehatan. Kegiatan ini mendapatkan dukungan penuh dari BASICS Project. 

Dewasa ini penyuluhan kesehatan Ibu dan Anak pada umumnya masih banyak dilakukan melalui konsultasi perorangan atau kasus per kasus yang diberikan pada waktu ibu memeriksakan kandungan atau pada waktu kegiatan posyandu. Kegiatan penyuluhan semacam ini bermanfaat untuk menangani kasus per kasus namun memiliki kelemahan antara lain: (1) Pengetahuan yang diperoleh hanya terbatas pada masalah kesehatan yang dialami saat konsultasi; (2) Penyuluhan yang diberikan tidak terkoordinir sehingga ilmu yang diberikan kepada ibu hanyalah pengetahuan yang dimiliki oleh petugas saja; (3) Tidak ada rencana kerja sehingga tidak ada pemantauan atau pembinaan secara lintas sektor dan lintas program; (4) Pelaksanaan penyuluhan tidak terjadwal dan tidak berkesinambungan. 

Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan di atas, direncanakan metode pembelajaran kelas ibu hamil. Kegiatan yang direncanakan adalah pembahasan materi Buku KIA dalam bentuk tatap muka dalam kelompok yang diikuti diskusi dan tukar pengalaman antara ibu-ibu hamil dan petugas kesehatan. Kegiatan kelompok belajar ini diberi nama KELAS IBU HAMIL.

Kelas Ibu Hamil ini merupakan sarana untuk belajar bersama tentang kesehatan bagi ibu hamil, dalam bentuk tatap muka dalam kelompok yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu-ibu mengenai kehamilan, perawatan kehamilan, persalinan, perawatan nifas, perawatan bayi baru lahir, mitos, penyakit menular dan akte kelahiran. 


Kelas Ibu Hamil adalah kelompok belajar ibu-ibu hamil dengan umur kehamilan antara 4 minggu s/d 36 minggu (menjelang persalinan) dengan jumlah peserta maksimal 10 orang. Di kelas ini ibu-ibu hamil akan belajar bersama, diskusi dan tukar pengalaman tentang kesehatan Ibu dan anak (KIA) secara menyeluruh dan sistimatis serta dapat dilaksanakan secara terjadwal dan berkesinambungan. Kelas ibu hamil difasilitasi oleh bidan/tenaga kesehatan dengan menggunakan paket Kelas Ibu Hamil yaitu Buku KIA, Flip chart (lembar balik), Pedoman Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil, Pegangan Fasilitator Kelas Ibu Hamil dan Buku senam Ibu Hamil.Pedoman Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil.

Beberapa keuntungan Kelas Ibu Hamil adalah: (1) Materi diberikan secara menyeluruh dan terencana sesuai dengan pedoman kelas ibu hamil yang memuat mengenai kehamilan, perawatan kehamilan, persalinan, perawatan nifas, perawatan bayi baru lahir, mitos, penyakit menular seksual dan akte kelahiran; (2) Penyampaian materi lebih komprehensif karena ada persiapan petugas sebelum penyajian materi; (3) Dapat mendatangkan tenaga ahli untuk memberikan penjelasan mengenai topik tertentu; (4) Waktu pembahasan materi menjadi efektif karena pola penyajian materi terstruktur dengan baik; (5) Ada interaksi antara petugas kesehatan dengan ibu hamil pada saat pembahasan materi dilaksanakan; (6) Dilaksanakan secara berkala dan berkesinambungan; (7) Dilakukan evaluasi terhadap petugas Kesehatan dan ibu hamil dalam memberikan penyajian materi sehingga dapat meningkatkan kualitas sistim pembelajaran.

Fasilitator kelas ibu hamil adalah bidan dengan didampingi oleh 1 atau 2 kader kesehatan/kader posyandu. Kelas Ibu Hamil dilaksanakan selama 5 kali pertemuan untuk setiap kelompok. 

Sebagai hasilnya, pelaksanaan Kelas Ibu Hamil selama tahun 2012 telah mampu menekan Angka Kematian Ibu dan Bayi di Kabupaten Minahasa Utara. Hal ini terbukti dengan tidak adanya kasus kematian ibu dan bayi (sepanjang tahun 2012) di 30 desa yang mengadakan Kelas Ibu Hamil secara rutin. Mengingat hasil yang menggembirakan tersebut, pelaksanaan Kelas Ibu Hamil akan dikembangkan di 30 desa lainnya pada tahun 2013 ini. Dengan demikian diharapkan Angka Kematian Ibu dan Bayi di Kabupaten Minahasa Utara bisa ditekan sampai pada target paling minimal yaitu nol. 

DPRD Mengukir Sejarah : Perda Layanan Kesehatan Minahasa Utara Jadi Hak Inisiatif

0 komentar


Anggota DPRD bukan sekedar wakil rakyat, tapi lebih dari itu, ia adalah “pembuat nilai”. Nilai merupakan prinsip hidup yang dijadikan acuan, pedoman, tata aturan yang akan mengatur masyarakat. Perda adalah salah satu di antaranya. Sepanjang sejarah  DPRD Minahasa Utara, untuk pertama kalinya membuat Perda hak inisiatif.  Perda No. 13 Tahun 2013 yang baru disahkan ini mengatur tentang Pelayanan Publik Kesehatan yang merupakan salah satu hak dasar warga negara yang harus dipenuhi oleh pemerintah.
Sebagai hak inisiatif yang pertama kali dilakukan oleh DPRD tentu saja membutuhkan sejumlah persiapan teknis, mulai dari perencanaan, penyusunan hingga penetapannya melalui paripurna DPRD. Bagaimana melakukannya, siapa yang akan mendorong inisiatif ini di DPRD, bagaimana prosesnya, siapa yang akan terlibat, anggaran yang dibutuhkan – apakah mencukupi atau tidak hingga teknis menfasilitasi oleh Sekretariat DPRD. Darimana untuk pembentukan Perda ini? Pertanyaan-pertanyaan tersebut selalu muncul saat Perda inisiatif ini akan segera diwujudkan. 
Komitmen DPRD dan sekretariat DPRD tidak dapat diragukan, namun untuk memulai “ketulusikhlasan” ini perlu didukung oleh berbagai pihak untuk mewujudkannya. Hal inilah yang mendorong Project BASICS untuk mendukung inisiatif DPRD Kabupaten Minahasa Utara dalam proses penyusunan Perda Pelayanan Publik Kesehatan.
Mengapa Perda Kesehatan ini Perlu Dibentuk?
“Sebuah peraturan dibentuk pada dasarnya bertujuan untuk mengubah perilaku bermasalah dengan memerintahkan para pihak dalam peraturan tersebut tentang bagaimana seharusnya mereka berperilaku.”
Di samping layanan kesehatan yang merupakan hak dasar, tentu banyak problem kesehatan yang membutuhkan penanganan dengan baik. Problem ini perlu ditangani dengan pendekatan-pendekatan tertentu, baik di pihak pemerintah daerah sebagai penyedia layanan maupun masyarakat sebagai penerima layanan. Beberapa problem kesehatan ini antara lain akses sarana kesehatan ke pulau-pulau dan daerah terpencil, kurangnya kesadaran masyarakat tentang budaya hidup sehat, ketiadaan biaya bagi masyarakat kurang mampu, keterbatasan dan distribusi tenaga kesehatan yang tidak proporsional, masih adanya warga yang mempercayakan persalinannya ke biang kampung (dukun) dan masalah-masalah kesehatan lainnya yang terjadi di Kabupaten Minahasa Utara. Jika dirunut dari masalah-masalah tersebut pada dasarnya disebabkan oleh:
  • Aksesibilitas layanan kesehatan yang berbeda antara pesisisr, pulau-pulau dengan daratan;
  • Penempatan dan distribusi tenaga kesehatan, baik bidan maupun tenaga keperawatan yang tidak proporsional;
  • Fasilitas layanan yang tidak memadai dengan tidak mempertimbangkan tingkat kebutuhan berdasarkan masalah dan kondisi masing-masing wilayah yang berbeda-beda, baik pesisir, pulau-pulau dengan daratan dan  kota dengan pelosok-pelosok desa. 

Akibat yang dapat ditimbulkan dari masalah-masalah tersebut dapat terjadi dalam beberapa hal, antara lain: angka kematian ibu, bayi, anak balita dan balita akan meningkat; gizi buruk dan kurang gizi tidak terkendali serta angka kesakitan dengan berbagai penyakit akan semakin parah. Karena itu Perda layanan kesehatan di bentuk untuk memberikan proteksi bagi masyarakat Kabupaten Minahasa Utara. 
Apa Saja Yang Dilakukan Dalam Penyusunan PERDA?
Apa saja yang dilakukan dalam penyusunan Perda? Pertanyaan ini yang kemudian muncul dalam melakukan inisiasi dalam proses penyusunannya. Meskipun Perda layanan kesehatan Kabupaten Minahasa Utara mendapat dukungan penuh dari anggota DPRD, penyusunannya masih mendapatkan kendala teknis yang membutuhkan support dari berbagai pihak. Draf Naskah Akademik dan draf Perda yang akan dihasilkan oleh DPRD sebagai hak inisiatif tidak dengan serta merta muncul begitu saja. Program Basic di Minahasa Utara yang konsentrasi pada sector kesehatan turut memberi andil dibentuknya Perda ini, mulai dari inisiasi, penyusunan, pembahasan hingga penetapan draf Perda ini menjadi Perda melalui paripurna DPRD.
  • Membuat MOU yang dijadikan sebagai kesepakatan teknis antara DPRD dan Sekretariat DPRD dengan BASICS. Dalam kesepakatan teknis ini, masing-masing pihak memiliki tanggung jawab dalam proses dan tahapan penyusunan draf Naskah Akademik dan draf Perda.
  • Membentuk tim penyusun draf Naskah Akademik dan draf Perda. Tim yang dibentuk terdiri dari unsure akademisi, masyarakat sipil yang diwakili oleh OMS, anggota DPRD penginisiatif, dan secretariat DPRD.
  • Melakukan penelitian dan pengkajian hukum terkait dengan Perda yang akan dibentuk. Penelitian dan pengkajian ini dilakukan oleh tim yang telah terbentuk. 
  • Metode yang dilakukan mengacu pada metode yuridis normative dan yuridis empiric (sosiolegal). 
  • Metode yuridis normative dilakukan dengan cara: (a) Kajian terhadap data-data dan studi kepustakaan yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan di Kabupaten Minahasa Utara; (b) Kajian evaluatis terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan di kabupaten Minahasa Utara kaitannya dengan apa yang diamanahkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan serta sejumlah regulasi dan Pedoman Teknis lainnya yang terkait dengan layanan kesehatan; (c) Pengkajian pasal-pasal Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang memungkinkan untuk dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Daerah yang mengutamakan pelayanan kesehatan yang optimal untuk seluruh masyarakat secara adil dan merata serta semua peraturan kesehatan  yang berlaku; (d) Telaah dokumen, hasil penelitian, dan referensi lainnya yang terkait dengan layanan kesehatan.
  • Sementara metode yuridis empirik atau sosiolegal dilakukan untuk mendapatkan data dan melihat faktor non hukum yang terkait serta yang berpengaruh terhadap Peraturan Daerah layanan kesehatan yang akan dibentuk. Metode ini dilakukan dengan cara: (a)  Melakukan observasi lapangan; (b) Melakukan Focus Group Discussion; (3) Melakukan konsultasi publik/dengar pendapat.
Dalam melakukan observasi, tim penyusun Perda bersama anggota DPRD turun langsung melakukan kunjungan lapangan dengan mendatangi daerah-daerah yang memiliki masalah kesehatan. Di lokasi tersebut tim melakukan indept interview/wawancara mendalam terhadap ibu-ibu hamil, ibu yang memiliki anak balita, dukun kampung (mama biang) dan masyarakat pengguna layanan kesehatan lainnya. Selain melakukan kunjungan lapangan, juga dilakukan diskusi terfokus dan konsultasi public dengan stakelholder kesehatan, misalnya dokter, bidan, petugas puskesmas, kader kesehatan, akademisi, mama biang (dukun kampung), serta kelompok-kelompok kepentingan lainnya.

Apa Kata Mereka?
Proses penyusunan perda yang dilakukan secara partisipatif menghasilkan dokumen naskah akademik yang benar-benar faktual, tidak dibuat secara serampangan atau asal jadi tetapi hasilnya mencerminkan kejadian yang sebenarnya terjadi di masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh anggota Baleg DPRD Minahasa Utara Bapak Herman Papia, “Naskah Akademik ini bukan asumsi-asumsi, ini betul-betul fakta yang terjadi”, demikian diungkapkan saat beliau membaca draf Naskah Akademik yang telah disusun oleh tim dalam diskusi hasil di ruang komisi C DPRD Minahasa Utara. “Bahkan nama dan alamat serta kondisi warga yang diwawancarai pun dijadikan sumber dalam penyusunan Naskah Akademik ini terkait dengan kondisi kesehatan yang dirasakannya”, demikian Beliau menambahkan.
Hal yang sama diungkapkan oleh Sekretaris DPRD Minahasa Utara, bahwa proses ini menjadi contoh dalam penyusunan Perda-Perda mendatang. “Proses pelibatan akademisi, masyarakat sipil dalam sebuah tim penyusunan Perda Layanan Kesehatan ini akan menjadi contoh pada Perda-Perda serupa yang menjadi hak inisiatif DPRD ke depan”, ungkap Ibu Teresia Sompie (Sekwan) yang didampingi Ibu Julie Uguy, dari Bagian Hukum dan Perundang-undangan DPRD Minahasa Utara.
Di kalangan masyarakat sipil pun demikian, prosesnya cukup partisipatif. Menurut Syarif Hidayat dari Yayasan Dian Rakyat Indonesia (YDRI), proses pembentukan Perda ini diawali dengan berbagai tahapan, ada CRC, FGD, Konsultasi Publik, kunjungan lapangan yang bertujuan untuk mengumpulkan bahan-bahan yang dijadikan sebagai dasar pembentukan Perda ini. “Prosesnya sudah cukup baik, termasuk CRC yang dilakukan oleh YDRI juga menjadi masukan dalam penyusunan Perda ini. Bukan hanya itu, proses yang partisipatif dengan melibatkan stakeholder kesehatan juga semakin memperkaya tim dalam penyusunan Naskah Akademik dan Perda Layanan Kesehatan Minahasa Utara”, ungkapnya. “Lebih daripada itu, secara pribadi saya memiliki tambahan pengetahuan tentang legislasi daerah”, tambahnya.
Pembelajaran dalam Proses Pendampingan Perda
Setelah penyusunan draf Naskah Akademik dan darf Perda dilakukan, banyak hal yang bisa ditarik pembelajaran dalam proses ini. Tim dan anggota DPRD dan sekretariat DPRD Kabupaten Minahasa Utara yang terlibat dalam penyusunan Perda ini mendapatkan banyak pembelajaran penting yang dapat diperoleh dan menjadi nilai tambah dalam pelaksanaan tugas dan fungsi anggota DPRD sebagai wakil rakyat. Demikian pula dengan tim penyusun Perda yang banyak mendapatkan tambahan pengetahuan tentang kondisi kehatan yang sebenarnya terjadi di Kabupaten Minahasa Utara.
Anggota DPRD yang turun langsung ke lapangan, disamping dapat menyerap langsung aspirasi masyarakat juga mendapat penilaian positif dari konstituennya dengan berkomunikasi langsung dan menilai kinerja mereka sebagai wakil rakyat. Lebih dari itu, anggota DPRD dengan kapasitas yang dimiliki dan penilaian dari masyarakat ketika turun di lapangan yang memberikan kontribusi nyata dapat menjadi investasi politik bagi anggota DPRD yang bersangkutan. Selain itu, problem-problem kesehatan yang didapatkan di lapangan akan menambah wawasan anggota DPRD, semakin tahu problem kesehatan di masyarakat yang dapat dijadikan sebagai bahan yang akan dibawa masuk pada rapat-rapat dan sidang-sidang di DPRD.
Dalam hal pembentukan tim dan kerja-kerja yang dilakukan dalam proses penyusunan Perda adalah hal yang pertama kali dilakukan di DPRD Minahasa Utara. Proses penyusunannya memang cukup lama, namun kualitas yang dihasilkan cukup memuaskan. Hal ini juga menjadi pembelajaran di sekretariat DPRD untuk penyusunan Perda-Perda yang lain. Ada proses yang dilalui yang cukup partisipatif sehingga anggaran yang disediakan tidak terbuang sia-sia. Sekretariat DPRD akan melakukan hal yang sama dalam menfasilitasi anggota DPRD pada penyusunan dan pembahasan Perda-Perda selanjutnya. Contoh yang baik ini diharapkan berkelanjutan pada Perda inisiatif lainnya yang akan diajukan oleh anggota DPRD.
Selain anggota DPRD dan sekretariat DPRD, tim lain yang terlibat yakni akademisi dan OMS dapat membangun kerja sama dengan pihak DPRD. Ke depan tim dari akademisi dapat dijadikan sebagai tim ahli yang akan membantu DPRD dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, khususnya fungsi legislasi. Selain itu, berkat pengalaman yang didapatkan dalam proses penyusunan Perda layanan kesehatan, tim akademisi maupun OMS bisa membangun kerja sama bukan hanya DPRD Minahasa Utara tapi juga DPRD lain yang membutuhkan pendampingan yang sama dengan DPRD Kabpaten Minahasa Utara.

 
  • BASICS PROJECT NORTH SULAWESI © 2012 | Designed by Rumah Dijual, in collaboration with Web Hosting , Blogger Templates and WP Themes