Anggota DPRD bukan sekedar wakil
rakyat, tapi lebih dari itu, ia adalah “pembuat nilai”. Nilai merupakan prinsip
hidup yang dijadikan acuan, pedoman, tata aturan yang akan mengatur masyarakat.
Perda adalah salah satu di antaranya. Sepanjang sejarah DPRD Minahasa Utara, untuk pertama kalinya
membuat Perda hak inisiatif. Perda No. 13 Tahun 2013 yang baru disahkan ini mengatur tentang Pelayanan Publik Kesehatan yang merupakan salah satu hak dasar warga negara yang harus dipenuhi oleh pemerintah.
Sebagai hak inisiatif yang pertama kali
dilakukan oleh DPRD tentu saja membutuhkan sejumlah persiapan teknis, mulai dari
perencanaan, penyusunan hingga penetapannya melalui paripurna DPRD. Bagaimana
melakukannya, siapa yang akan mendorong inisiatif ini di DPRD, bagaimana
prosesnya, siapa yang akan terlibat, anggaran yang dibutuhkan – apakah
mencukupi atau tidak hingga teknis menfasilitasi oleh Sekretariat DPRD. Darimana untuk pembentukan Perda ini?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut selalu muncul saat Perda inisiatif ini akan
segera diwujudkan.
Komitmen DPRD dan sekretariat DPRD tidak dapat diragukan,
namun untuk memulai “ketulusikhlasan” ini perlu didukung oleh berbagai pihak
untuk mewujudkannya. Hal inilah yang mendorong Project BASICS untuk mendukung inisiatif DPRD Kabupaten Minahasa Utara dalam proses penyusunan Perda Pelayanan Publik Kesehatan.
Mengapa
Perda Kesehatan ini Perlu Dibentuk?
“Sebuah peraturan dibentuk pada
dasarnya bertujuan untuk mengubah perilaku bermasalah dengan memerintahkan para
pihak dalam peraturan tersebut tentang bagaimana seharusnya mereka berperilaku.”
Di samping layanan kesehatan yang
merupakan hak dasar, tentu banyak problem kesehatan yang membutuhkan penanganan
dengan baik. Problem ini perlu ditangani dengan pendekatan-pendekatan tertentu,
baik di pihak pemerintah daerah sebagai penyedia layanan maupun masyarakat
sebagai penerima layanan. Beberapa problem kesehatan ini antara lain akses
sarana kesehatan ke pulau-pulau dan daerah terpencil, kurangnya kesadaran
masyarakat tentang budaya hidup sehat, ketiadaan biaya bagi masyarakat kurang
mampu, keterbatasan dan distribusi tenaga kesehatan yang tidak proporsional, masih
adanya warga yang mempercayakan persalinannya ke biang kampung (dukun) dan masalah-masalah kesehatan lainnya yang
terjadi di Kabupaten Minahasa Utara. Jika dirunut dari masalah-masalah tersebut
pada dasarnya disebabkan oleh:
- Aksesibilitas layanan kesehatan yang berbeda antara pesisisr, pulau-pulau dengan daratan;
- Penempatan dan distribusi tenaga kesehatan, baik bidan maupun tenaga keperawatan yang tidak proporsional;
- Fasilitas layanan yang tidak memadai dengan tidak mempertimbangkan tingkat kebutuhan berdasarkan masalah dan kondisi masing-masing wilayah yang berbeda-beda, baik pesisir, pulau-pulau dengan daratan dan kota dengan pelosok-pelosok desa.
Akibat yang dapat ditimbulkan dari
masalah-masalah tersebut dapat terjadi dalam beberapa hal, antara lain: angka
kematian ibu, bayi, anak balita dan balita akan meningkat; gizi buruk dan
kurang gizi tidak terkendali serta angka kesakitan dengan berbagai penyakit
akan semakin parah. Karena itu Perda layanan kesehatan di bentuk untuk
memberikan proteksi bagi masyarakat Kabupaten Minahasa Utara.
Apa
Saja Yang Dilakukan Dalam Penyusunan PERDA?
Apa saja yang dilakukan dalam
penyusunan Perda? Pertanyaan ini yang kemudian muncul dalam melakukan inisiasi
dalam proses penyusunannya. Meskipun Perda layanan kesehatan Kabupaten Minahasa
Utara mendapat dukungan penuh dari anggota DPRD, penyusunannya masih
mendapatkan kendala teknis yang membutuhkan support dari berbagai pihak. Draf
Naskah Akademik dan draf Perda yang akan dihasilkan oleh DPRD sebagai hak
inisiatif tidak dengan serta merta muncul begitu saja. Program Basic di
Minahasa Utara yang konsentrasi pada sector kesehatan turut memberi andil
dibentuknya Perda ini, mulai dari inisiasi, penyusunan, pembahasan hingga
penetapan draf Perda ini menjadi Perda melalui paripurna DPRD.
- Membuat MOU yang dijadikan sebagai kesepakatan teknis antara DPRD dan Sekretariat DPRD dengan BASICS. Dalam kesepakatan teknis ini, masing-masing pihak memiliki tanggung jawab dalam proses dan tahapan penyusunan draf Naskah Akademik dan draf Perda.
- Membentuk tim penyusun draf Naskah Akademik dan draf Perda. Tim yang dibentuk terdiri dari unsure akademisi, masyarakat sipil yang diwakili oleh OMS, anggota DPRD penginisiatif, dan secretariat DPRD.
- Melakukan penelitian dan pengkajian hukum terkait dengan Perda yang akan dibentuk. Penelitian dan pengkajian ini dilakukan oleh tim yang telah terbentuk.
- Metode yang dilakukan mengacu pada metode yuridis normative dan yuridis empiric (sosiolegal).
- Metode yuridis normative dilakukan dengan cara: (a) Kajian terhadap data-data dan studi kepustakaan yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan di Kabupaten Minahasa Utara; (b) Kajian evaluatis terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan di kabupaten Minahasa Utara kaitannya dengan apa yang diamanahkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan serta sejumlah regulasi dan Pedoman Teknis lainnya yang terkait dengan layanan kesehatan; (c) Pengkajian pasal-pasal Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang memungkinkan untuk dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Daerah yang mengutamakan pelayanan kesehatan yang optimal untuk seluruh masyarakat secara adil dan merata serta semua peraturan kesehatan yang berlaku; (d) Telaah dokumen, hasil penelitian, dan referensi lainnya yang terkait dengan layanan kesehatan.
- Sementara metode yuridis empirik atau sosiolegal dilakukan untuk mendapatkan data dan melihat faktor non hukum yang terkait serta yang berpengaruh terhadap Peraturan Daerah layanan kesehatan yang akan dibentuk. Metode ini dilakukan dengan cara: (a) Melakukan observasi lapangan; (b) Melakukan Focus Group Discussion; (3) Melakukan konsultasi publik/dengar pendapat.
Dalam melakukan observasi, tim
penyusun Perda bersama anggota DPRD turun langsung melakukan kunjungan lapangan
dengan mendatangi daerah-daerah yang memiliki masalah kesehatan. Di lokasi
tersebut tim melakukan indept interview/wawancara mendalam terhadap ibu-ibu
hamil, ibu yang memiliki anak balita, dukun kampung (mama biang) dan masyarakat pengguna layanan kesehatan lainnya. Selain
melakukan kunjungan lapangan, juga dilakukan diskusi terfokus dan konsultasi
public dengan stakelholder kesehatan, misalnya dokter, bidan, petugas
puskesmas, kader kesehatan, akademisi, mama
biang (dukun kampung), serta
kelompok-kelompok kepentingan lainnya.
Apa
Kata Mereka?
Proses penyusunan perda
yang dilakukan secara partisipatif menghasilkan dokumen naskah akademik yang
benar-benar faktual, tidak dibuat secara serampangan atau asal jadi tetapi
hasilnya mencerminkan kejadian yang sebenarnya terjadi di masyarakat. Seperti
yang diungkapkan oleh anggota Baleg DPRD Minahasa Utara Bapak Herman Papia,
“Naskah Akademik ini bukan asumsi-asumsi, ini betul-betul fakta yang terjadi”,
demikian diungkapkan saat beliau membaca draf Naskah Akademik yang telah disusun
oleh tim dalam diskusi hasil di ruang komisi C DPRD Minahasa Utara. “Bahkan
nama dan alamat serta kondisi warga yang diwawancarai pun dijadikan sumber
dalam penyusunan Naskah Akademik ini terkait dengan kondisi kesehatan yang
dirasakannya”, demikian Beliau menambahkan.
Hal yang sama diungkapkan
oleh Sekretaris DPRD Minahasa Utara, bahwa proses ini menjadi contoh dalam
penyusunan Perda-Perda mendatang. “Proses pelibatan akademisi, masyarakat sipil
dalam sebuah tim penyusunan Perda Layanan Kesehatan ini akan menjadi contoh
pada Perda-Perda serupa yang menjadi hak inisiatif DPRD ke depan”, ungkap Ibu
Teresia Sompie (Sekwan) yang didampingi Ibu Julie Uguy, dari Bagian Hukum dan Perundang-undangan DPRD
Minahasa Utara.
Di kalangan masyarakat
sipil pun demikian, prosesnya cukup partisipatif. Menurut Syarif Hidayat dari
Yayasan Dian Rakyat Indonesia (YDRI), proses pembentukan Perda ini diawali
dengan berbagai tahapan, ada CRC, FGD, Konsultasi Publik, kunjungan lapangan
yang bertujuan untuk mengumpulkan bahan-bahan yang dijadikan sebagai dasar
pembentukan Perda ini. “Prosesnya sudah cukup baik, termasuk CRC yang dilakukan
oleh YDRI juga menjadi masukan dalam penyusunan Perda ini. Bukan hanya itu,
proses yang partisipatif dengan melibatkan stakeholder kesehatan juga semakin
memperkaya tim dalam penyusunan Naskah Akademik dan Perda Layanan Kesehatan
Minahasa Utara”, ungkapnya. “Lebih daripada itu, secara pribadi saya memiliki
tambahan pengetahuan tentang legislasi daerah”, tambahnya.
Pembelajaran
dalam Proses Pendampingan Perda
Setelah penyusunan draf Naskah
Akademik dan darf Perda dilakukan, banyak hal yang bisa ditarik pembelajaran
dalam proses ini. Tim dan anggota DPRD dan sekretariat DPRD Kabupaten Minahasa
Utara yang terlibat dalam penyusunan Perda ini mendapatkan banyak pembelajaran
penting yang dapat diperoleh dan menjadi nilai tambah dalam pelaksanaan tugas
dan fungsi anggota DPRD sebagai wakil rakyat. Demikian pula dengan tim penyusun
Perda yang banyak mendapatkan tambahan pengetahuan tentang kondisi kehatan yang
sebenarnya terjadi di Kabupaten Minahasa Utara.
Anggota DPRD yang turun
langsung ke lapangan, disamping dapat menyerap langsung aspirasi masyarakat
juga mendapat penilaian positif dari konstituennya dengan berkomunikasi
langsung dan menilai kinerja mereka sebagai wakil rakyat. Lebih dari itu,
anggota DPRD dengan kapasitas yang dimiliki dan penilaian dari masyarakat
ketika turun di lapangan yang memberikan kontribusi nyata dapat menjadi
investasi politik bagi anggota DPRD yang bersangkutan. Selain itu,
problem-problem kesehatan yang didapatkan di lapangan akan menambah wawasan
anggota DPRD, semakin tahu problem kesehatan di masyarakat yang dapat dijadikan
sebagai bahan yang akan dibawa masuk pada rapat-rapat dan sidang-sidang di
DPRD.
Dalam hal pembentukan tim dan kerja-kerja
yang dilakukan dalam proses penyusunan Perda adalah hal yang pertama kali
dilakukan di DPRD Minahasa Utara. Proses penyusunannya memang cukup lama, namun
kualitas yang dihasilkan cukup memuaskan. Hal ini juga menjadi pembelajaran di
sekretariat DPRD untuk penyusunan Perda-Perda yang lain. Ada proses yang
dilalui yang cukup partisipatif sehingga anggaran yang disediakan tidak
terbuang sia-sia. Sekretariat DPRD akan melakukan hal yang sama dalam
menfasilitasi anggota DPRD pada penyusunan dan pembahasan Perda-Perda
selanjutnya. Contoh yang baik ini diharapkan berkelanjutan pada Perda inisiatif
lainnya yang akan diajukan oleh anggota DPRD.
Selain anggota DPRD dan
sekretariat DPRD, tim lain yang terlibat yakni akademisi dan OMS dapat
membangun kerja sama dengan pihak DPRD. Ke depan tim dari akademisi dapat
dijadikan sebagai tim ahli yang akan membantu DPRD dalam pelaksanaan tugas dan
fungsinya, khususnya fungsi legislasi. Selain itu, berkat pengalaman yang
didapatkan dalam proses penyusunan Perda layanan kesehatan, tim akademisi
maupun OMS bisa membangun kerja sama bukan hanya DPRD Minahasa Utara tapi juga
DPRD lain yang membutuhkan pendampingan yang sama dengan DPRD Kabpaten Minahasa
Utara.
0 komentar:
Posting Komentar