Launching Program SANGIHE MENGAJAR 2012

0 komentar


Salah satu tantangan pendidikan terbesar di daerah kepulauan dan terpencil adalah kurangnya tenaga pengajar. Hal ini disadari benar oleh Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe yang kemudian mencanangkan Program Sangihe Mengajar sebagai salah satu solusi mengatasi kekurangan guru di daerah pulau-pulau dan dan desa terpencil dan meningkatkan kualitas pendidikan di daerah-daerah tersebut. Program ini juga diharapkan bisa mendongkrak angka partisipasi murni pendidikan dasar di pulau-pulau dan desa terpencil dalam rangka pencapaian Standar Minimal Pelayanan Pendidikan dan Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs).

Pada tanggal 5 September 2012 bertempat di pendopo Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, Wakil Bupati Kepulauan Sangihe, J. Gaghana, SE, ME., melakukan pencanangan Program Sangihe Mengajar 2012 sekaligus meresmikan penugasan 16 guru non PNS yang direkrut melalui Program Sangihe Mengajar. Dalam sambutannya Beliau menyampaikan penghargaan atas upaya Dinas Dikpora dalam mengatasi kekurangan guru di pulau-pulau dan desa terpencil. Dalam upaya tersebut diharapkan tidak terjadi intervensi dari berbagai pihak dalam proses rekrutmennya sehingga dengan cara demikian Dinas Dikpora bisa merekrut guru yang berkualitas dan berdedikasi sebagaimana dicontohkan oleh Program Indonesia Mengajar. Penekanan tentang pentingnya hal tersebut disampaikan dihadapan para pejabat yang hadir termasuk Sekretaris Daerah, Ir. Willy Kumentas, Ketua Komisi A DPRD, dan Kadis Dikpora Sangihe.

Dalam sambutannya, Wakil Bupati juga berpesan agar para guru bisa berperan serta dalam mendukung kegiatan kemasyarakatan, termasuk pengembangan kaum muda dan kegiatan keagamaan. Keberhasilan penugasan “angkatan pertama” ini akan menjadi penentu keberlanjutan Program Sangihe Mengajar di tahun-tahun mendatang. Oleh karena itu para guru diharapkan memberikan kontribusi terhadap kemajuan pendidikan dan pengembangan masyarakat di pulau-pulau dan wilayah terpencil. Ditegaskan oleh Wakil Bupati agar para guru tidak menjadikan program ini sebagai batu loncatan karena mereka belum mendapatkan pekerjaan karena program ini menuntut pengabdian dan dedikasi yang tinggi.

Dalam acara Pencanangan atau Launching Program Sangihe Mengajar 2012, Wakil Bupati dan Sekretaris Daerah Kab. Kepulauan Sangihe memberikan seragam kerja berupa kaos, topi dan tas, yang diserahkan secara simbolis kepada dua orang perwakilan guru Sangihe Mengajar. 

Tahun ini Dinas Dikpora berharap bisa merekrut lagi 5 - 10 orang guru dengan pendanaan yang diatur melalui perubahan anggaran APBD tahun 2012. Untuk itu diharapkan dukungan DPRD dalam persetujuan  anggarannya. Pendanaan tersebut diharapkan bisa menjamin keberlangsungan Program Sangihe Mengajar dimasa mendatang. 

Beberapa minggu sebelum acara peresmian dan pelepasan guru Program Sangihe Mengajar telah  diadakan pertemuan koordinasi tingkat kabupaten yang melibatkan para Camat, Kepala UPTD, Kapitalaung (kepala desa), dan Kepala Sekolah dari wilayah sasaran. Dalam pertemuan tersebut dibuat kepakatan bersama tentang peran mereka masing-masing terkait dengan penempatan guru Program Sangihe Mengajar di wilayah mereka. Pembagian peran yang mereka tanda tangani bersama antara lain adalah: Camat mengkoordinir di tingkat kecamatan; Kepala UPTD memantau teknis pelaksanaan; Kapitalaung memfasilitasi, memberdayakan,  dan memantau peserta Program Sangihe Mengajar dalam melaksanakan tugasnya baik disekolah maupun dalam kegiatan sosial kemasyarakatan; sedangkan Kepala Sekolah membimbing, mengevaluasi, dan memantau tugas pokok guru di sekolah. Melalui pertemuan koordinasi juga terungkap berbagai harapan terhadap Program Sangihe Mengajar, terutama terkait dengan peningkatan mutu pendidikan dan pengembangan masyarakat.

Antusiasme masyarakat dalam menerima Program Sangihe Mengajar ditunjukkan dengan berbagai cara. Beberapa kepala sekolah dari wilayah sasaran datang ke ibukota kabupaten di Tahuna untuk menjemput guru Sangihe Mengajar atas permintaan masyarakat desa dan Kapitalaung. Salah seorang kepala UPTD juga berharap agar guru yang ditempatkan di wilayahnya dapat membantu menjembatani penanganan perselisihan yang timbul antara kepala sekolah dengan kapitalaung.

Banyak harapan yang disandangkan di bahu 16 orang guru angkatan pertama Program Sangihe Mengajar. Bukan tugas yang mudah tetapi dengan motivasi untuk mengabdi dan dedikasi yang tinggi serta dukungan dari pemerintah daerah dan masyarakat, diharapkan mereka bisa memberikan kontribusi yang berarti bagi kemajuan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat di pulau-pulau  dan desa terpencil. 

Somahe Kae Kehage (Bersama-sama Mengatasi Tantangan). 


Upaya Menurunkan Angka Kematian Ibu Melalui Pelatihan PONED

0 komentar


Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara, Dr. Maxi R. Rondonuwu, DSHM membuka Pelatihan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) yang dilaksanakan di Balai Pelatihan Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara. Pelatihan ini melibatkan dokter, bidan dan perawat dari 12 kecamatan di 3 kabupaten, yaitu kab. Minahasa Utara, Kab. Kepulauan Sangihe dan Kab. Kepulauan Sitaro.

Dalam sambutannya pada acara pembukaan pelatihan, Dr. Maxi menyatakan keprihatinannya terhadap kondisi kesehatan ibu dan anak, khususnya angka kematian ibu di Sulawesi Utara yang selama 5 tahun terakhir tidak menunjukkan penurunan yang berarti bahkan cenderung statis. Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) yang menjadi menetapkan Angka Kematian Ibu sebesar 102/100.00 kelahiran hidup. Sampai saat ini, Provinsi Sulawesi Utara masih berada jauh dari target yang ditetapkan tersebut. Sebagian besar kematian ibu disebabkan oleh penyebab langsung yaitu pendarahan, infeksi, eklampsia (darah tinggi), persalinan lama dan abortus. Di samping itu juga  dilatarbelakangi oleh rendahnya tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, kedudukan dan peran perempuan, serta minimnya transportasi untuk rujukan kasus, khususnya di daerah terpencil dan kepulauan.

Oleh karena itu, menurut Beliau dalam rangka pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium untuk menurunkan Angka Kematian Ibu di Provinsi Sulawesi Utara, perlu dilakukan pemantapan kualitas pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan di Puskesmas, khususnya dokter, bidan dan perawat, yang merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan ibu dan anak di daerahnya. Salah satu upaya tersebut adalah melalui Pelatihan PONED dan pembentukan Tim PONED serta Puskesmas PONED di setiap Kabupaten/Kota. Puskesmas PONED merupakan fasilitas rujukan untuk kasus-kasus kegawatdaruratan obstetri (kebidanan) dan neonatal (bayi baru lahir) untuk tingkat Kabupaten/Kota sebelum dilakukan rujukan ke rumah sakit yang lebih besar dan lebih lengkap peralatannya.

Beliau berharap dengan adanya pelatihan ini, baik teori maupun praktek lewat magang di RSUD Prof. R.D Kandou, diharapkan Tim PONED Puskesmas dapat melakukan pencegahan komplikasi secara dini dan siap siaga menangani kasus-kasus komplikasi kebidanan sesuai standar. Dengan demikian diharapkan angka kematian ibu akibat komplikasi kehamilan dan persalinan bisa diturunkan selain juga meningkatkan cakupan penanganan komplikasi kebidanan dan komplikasi neonatal berdasarkan Standar Pelayanan Minimum bidang kesehatan. 

Pelatihan yang didanai melalui bantuan Project BASICS ini berlangsung selama 8 hari dari tanggal 27 Agustus sampai 3 September 2012 dan terdiri dari 2 tahap: perkuliahan dalam kelas dan  magang di RSUD Prof. R.D Kandou, Manado. Pelatihan ini juga melibatkan narasumber tim dokter spesialis kebidanan dan spesialis anak terlatih dari Jaringan Nasional Pelatihan Klinik (JNPK) dan Pusat Pelatihan Klinik Sekuder (P2KS) Provinsi Sulawesi Utara yang diketuai dr. Jefferson Rompas, SpOG (K). Sebagian besar peserta menyatakan bangga bisa mengikuti pelatihan dimana semua pelatihnya adalah dokter spesialis.

Pelatihan ini memang dirasakan singkat karena idealnya Pelatihan PONED mensyaratkan 120 jam pelajaran yang terdiri dari teori dan magang yang biasanya menghabiskan waktu 2 minggu. Tetapi mengingat peserta dari Puskesmas daerah kepulauan tidak bisa berada terlalu lama di luar wilayah kerjanya (mengingat keterbatasan tenaga dokter, perawat dan bidan) sehingga pelatihan dipadatkan menjadi 8 hari tanpa mengurangi materi standar berdasarkan Panduan Pelatihan PONED yang ditetapkan JNPK sebagai lembaga yang terakreditasi untuk memberikan pelatihan klinik.

Peserta Pelatihan PONED merupakan sebuah tim unit kerja Puskesmas PONED yang terdiri dari dokter umum, bidan dan perawat dengan kriteria :  1) pegawai negeri sipil;  2) masih bekerja aktif di puskesmas; 3) untuk perawat dan bidan diharapkan masih bekerja aktif di ruang bersalin atau pelayanan KIA; 4) direkomendasikan oleh atasan langsung; 5) tidak dipindahtugaskan dalam waktu minimal 5 tahun setelah pelatihan; 6) bersedia mengikuti proses pelatihan sampai selesai; 7) bersedia ditugaskan sebagai Tim PONED dan mengembangkan sistem kaderisasi untuk Tim PONED berikutnya.

Secara umum, pelatihan dengan jadwal yang cukup padat ini berjalan dengan sangat baik. Dari hasil kuesioner yang diberikan pada awal dan tengah pelatihan, peserta mampu meningkatkan pengetahuannya mengenai standar pelayanan PONED dari nilai awal 56 menjadi 85 sebelum pelaksanaan magang.  Dari hasil evaluasi pelatihan, sebagian peserta menginginkan pelatihan tambahan untuk beberapa topik tertentu  seperti penanganan pre-eklampsia/eklampsia, persalinan sungsang, ketuban pecah dini, dan asfiksia pada bayi baru lahir yang merupakan kasus-kasus yang paling banyak ditemukan di Puskesmas.

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara pada kesempatan pelatihan ini sudah melakukan pemetaan ketersediaan peralatan PONED di Puskesmas untuk menunjang pelaksanaan tugas Tim PONED.  Sebagai tindak lanjut dari pelatihan ini akan diadakan evaluasi paska pelatihan untuk memantau kemajuan peserta dalam penanganan kasus-kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal di Puskesmas masing-masing.  Tim PONED merupakan bagian integral dari program KIA yang ada di Puskesmas.




Sitaro : Lowongan untuk Bidan Kontrak

3 komentar

Untuk mencukupi kebutuhan tenaga kesehatan, khususnya bidan, di wilayah kepulauan, Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Siau, Tagulandang, Biaro bekerjasama dengan Project BASICS  membuka lowongan bagi bidan kontrak. 


Uraian tugas bidang kontrak :
  • Melaksanakan asuhan kebidanan kepada ibu hamil (Ante Natal Care)
  • Melakukan asuhan persalinan fisiologis kepada ibu bersalin (Post Natal Care)
  • Menyelenggarakan pelayanan terhadap bayi baru lahir
  • Mengupayakan kemitraan dengan dukun bersalin di wilayah kerja Puskesmas
  • Melakukan edukasi melalui penyuluhan kesehatan reproduksi dan kebidanan
  • Melaksanakan pelayanan Keluarga Berencana (KB) kepada wanita usia subur (WUS) dan pasangan usia subur (PUS)
  • Melakukan pelacakan dan  pelayanan rujukan ibu hamil resiko tinggi ke pelayanan yang lebih lengkap dengan cepat
  • Mengupayakan diskusi  audit maternal perinatal (AMP) bila terdapat kasus kematian ibu dan bayi
  • Melaksanakan mekanisme pencatatan dan pelaporan terpadu pelayanan puskesmas
  • Melakukan tugas-tugas lain yang diberikan Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kab. Kepl. Sitaro

Honor bulanan untuk bidan kontrak berdasarkan kategori wilayah dan sesuai Keputusan Kementrian Kesehatan Nasional dan Keputusan Bupati Siau, Tagulandang dan Biaro No. 134a Tahun 2011 :
  • Lokasi Terpencil  sebesar Rp. 3.400.000/bulan, meliputi : Pulau Bias, Pulau Pahepa, Bupau Ruang Bukide, Nameng, Batubulan, Apelawo, Deahe, Winangung, Bulangan
  • Lokasi Sangat Terpencil sebesar Rp. 4.400.000/bulan, meliputi : Pulau Biaro dan Pulau Makalehi. 

Sitaro : DPRD Mediasi Layanan Pendidikan

0 komentar

Peningkatan sumber daya manusia (SDM) di Kabupaten Kepulauan Siau, Tagulandang, Biaro (Sitaro) mendapat porsi tersendiri dari DPRD Sitaro. Terbukti Ketua DPRD, Djibton 'Bogar' Tamudia BAc, pada tanggal 13 Agustus 2012 secara langsung memediasi kegiatan belajar mengajar para siswa yang mengikuti kursus bahasa Inggris di tempat terbuka.

"Saya mendapat informasi dari masyarakat langsung meninjau sekaligus mengajak SKPD terkait," ujat Tanudia saat berkunjung ke lokasi tersebut.
Menurut pria jebolan Lemhanas ini, mengajak langsung SKPD terkait agar supaya ketika di lapangan langsung segera dicarikan solusinyaseperti apa.
"Hal seperti ini salah satu tugas utama dewan, bagaimana menjawab apa yang menjadi kebutuhan masyarakat terlebih khususnya bicara bidang pendidikan," tandasnya.
Beliau juga mengapresiasi kemauan keras anak-anak untuk belajar, selain salut dengan pihak yang mempelopori proses belajar non formal seperti ini.
"Langkah untuk peningkatan pendidikan patut diapresiasi,s etidaknya satu sisi kegiatan yang berlangsung telah banyak membantu pengembangan pendidikan bagi anak-anak di daerah ini."

Sangihe : Pembelajaran dari Proses Kajian Anggaran Pelayanan Publik

0 komentar


UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengatur bahwa masyarakat memiliki peluang untuk berpartisipasi aktif dalam proses penyusunan rencana pembangunan di daerah. Namun, peluang-peluang tersebut dalam banyak kasus masih belum digunakan secara optimal baik oleh aparat pemerintah maupun dari masyarakat atau organisasi masyarakat sipil yang ada.

Berangkat dari situasi seperti ini, pada bulan Maret 2011 BASICS mencoba memfasilitasi  proses kajian anggaran pelayanan publik dengan melibatkan forum masyarakat sipil di kabupaten kepulauan Sangihe. Proses kajian anggaran ini diawali dengan pelatihan analisa anggaran pelayanan dasar berbasis SPM/MDGs dan responsive gender. Sebagai tindak lanjut dari pelatihan tersebut telah terbentuk Tim Kajian Anggaran yang akan melakukan analisa terhadap dokumen perencanaan dan pengangaran daerah dan kemudian membuat rekomendasi kepada Pemda dan DPRD untuk perbaikan perencanaan dan penganggaran di tahun yang akan datang.

Tim kajian anggaran berjumlah 8 orang yang berasal dari beberapa organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Formasi (Forum Masyarakat Sipil Sangihe).  Tugas tim kajian adalah melakukan analisa terhadap dokumen perencanaan dan penganggaran Kab. Kep. Sangihe tahun 2010 – 2011 dan menyusun  laporan yang berisi hasil analisa dan rekomendasi kepada pihak eksekutif dan legislatif. Analisa terhadap dokumen perencanaan dan penganggaran daerah dilakukan dengan memperhatikan kesesuaian dengan target MDGs dan SPM bidang pendidikan dan kesehatan. Hasil laporan tim kajian anggaran kemudian akan menjadi bahan diskusi multipihak bersama dengan eksekutif dan legislatif.   

Proses kajian anggaran dilakukan dalam beberapa tahapan : 1)  mengumpulkan dokumen yang terdiri dari : data capaian kinerja pendidikan dan kesehatan tahun, dokumen perencanaan dan penganggaran daerah tahun 2010 dan 2011 (RKPD, KUA, PPAS, RKA, DPA, ABPD) ; 3) membaca dan menganalisa dokumen; 4) menuliskan hasil kajian; 5) mendiskusikan hasil kajian kepada pihak eksekutif dan legislatif (dalam hal ini Tim Anggaran Daerah dan Badan Anggaran DPRD);  6) mensosialisasikan hasil kajian kepada masyarakat sipil lainnya.

Beberapa hambatan dialami oleh Tim Kajiang Anggaran selama berproses melakukan kajian anggaran, antara lain : 1) kegiatan ini merupakan hal yang baru pertama kali dilakukan sehingga anggota tim kajian harus bekerja keras untuk mempelajari berbagai hal yang berkaitan proses perencanaan dan penganggaran yang baik serta peraturan perundang-undangan yang terkait;  2) kesulitan untuk mendapatkan data capain kinerja pendidikan dan kesehatan karena data yang ada tidak selalu lengkap; 3) kesulitan untuk mengakses dokumen penganggaran SKPD (RKA dan DPA) karena dokumen tersebut masih dianggap sebagai ‘rahasia dapur” SKPD terkait yang tidak bisa diakses oleh publik. 
Selain dari beberapa hambatan tersebut, Tim Kajian juga mencatat dukungan yang sangat baik, khususnya dari Bappeda dalam menyediakan dokumen-dokumen perencanaan dan penganggaran daerah (RPJMD, RKPD, KUA, PPAS, APBD).  Pihak Bappeda juga terbuka untuk melakukan diskusi yang berkaitan dengan proses perencanaan dan penganggaran daerah. Kerjasama yang baik juga ditunjukkan Dinas Kesehatan dan Dinas Dikpora dalam menyediakan data capaian SPM pendidikan dan kesehatan, meskipun belum semuanya lengkap dan tervalidasi. 

Dengan segala keterbatasan yang ada, laporan hasil kajian anggaran pelayanan pendidikan dan kesehatan tahun 2010 dan 2011 disampaikan kepada pihak eksekutif yang diwakili oleh Sekretaris Daerah Kab. Kepl. Sangihe pada bulan April 2011. Ketika menerima laporan kajian anggaran tersebut, Sekda mengungkapkan apresiasianya atas inisiatif yang sudah dilakukan oleh Formasi dengan dukungan BASICS mengingat hal ini baru pertama kali terjadi dan beliau menyambut baik kegiatan ini sebagai langkah awal bagi Pemda untuk bekerjasama dalam nuansa keterbukaan yang konstruktif dan menghilangkan anggapan yang selama ini bahwa OMS selalu berseberangan dengan eksekutif. Dalam kesempatan tersebut, Sekda juga berjanji untuk memfasilitasi pertemuan antara Tim Kajian Anggaran Formasi dengan Tim Anggaran Pemda dan Badan Anggaran DPRD untuk mendiskusikan hasil kajian anggaran. Kedepannya diharapkan kolaborasi seperti ini akan terus berlanjut dengan melibatkan lebih banyak SKPD dan organisasi masyarakat sipil lainnya.

Bagi anggota Tim Kajian Anggaran sendiri, proses yang mereka jalani selama kurang lebih dua minggu tersebut memberikan pengalaman yang berharga, seperti yang dikatakan oleh beberapa orang anggota Tim Kajian : 
“Kegiatan ini sangat bermanfaat dalam memberikan masukan kepada eksekutif dan legislatif terutama dalam penyusunan anggaran sektor kesehatan dan pendidikan untuk lebih memprioritaskan pencapaian target MDGs. Hasil kajian ini perlu menjadi bahan diskusi antara OMS dengan eksekutif dan legislatif.”
 “Kegiatan ini sangat membuka wawasan terkait materi (perencanaan dan penganggaran daerah) dalam rangka pengawasan sebagai masyarakat. Hasil kajian perlu dikomunikasikan kepada semua pemangku kepentingan.”
“Kegiatan ini sangat bermanfaat untuk membantu masyarakat kabupaten Sangihe khususnya dalam bidang kesehatan dan pendidikan dan menambah wawasan serta mengubah pola pikir khususnya peserta yang mengikuti kegiatan ini sehingga lebih maju dan meningkat dari sebelumnya.”

Ke depannya BASICS berharap Forum Masyarakat Sipil Sangihe dapat berperan lebih aktif dalam melakukan fungsi pengawasan publik dan memberikan masukan-masukan yang konstruktif bagi Pemda dan DPRD dalam proses perencanaan dan penganggaran daerah, khususnya yang terkait dengan pelayanan publik. 


BASICS team Sulawesi Utara

0 komentar



 






  










Sangihe : Aplikasi Pendataan Berbasis SPM Pendidikan Dasar

0 komentar


Yufiter A. Budikase, S.Pd, M.Pd (Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kab. Kepl. Sangihe)

Peranan data sangat penting guna suksesnya Perencanaan Program dan Kegiatan serta dalam penetapan Kebijakan Strategi diberbagai bidang. Pendidikan adalah salah satu bidang wajib dalam perencanaan pembangunan, dengan demikian penetapan kebijakan, program dan kegiatan harus benar-benar berdasarkan data kondisi yang akurat dan mutahir. Dalam mendapatkan data yang akurat dan mutahir perlu didukung oleh strategi dan metode yang tepat pula agar data yang diperoleh sesuai dengan kebutuhan yang diharapkan. Dalam rangka memenuhi kebutuhan data yang akurat dan mutahir tentang capaian target Standar Minimal Pelayanan (SPM) bidang Pendidikan Dasar di Kab. Kepl. Sangihe, Dinas Dikpora Kab. Kepl. Sangihe berinisiatif menyusun Aplikasi Pendataan Pendidikan Dasar berbasis SPM. Aplikasi pendataan yang dibangun pada sistem operasi Windows dengan menggunakan Microsoft Office Acces versi 2007 ini didesain berdasarkan pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 4 tahun 2007 tentang Standar Nasional Sarana dan Prasarana Pendidikan. 

Yang menarik dari aplikasi pendataan ini adalah mengintegrasikan definisi operasional SPM pendidikan sehingga memudahkan petugas data baik di UPTD maupun Dinas Pendidikan Kabupaten dalam mengolah data capaian kinerja SPM. Mengingat belum adanya petunjuk teknis terhadap Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 tahun 2010, maka yang dipakai dalam aplikasi database ini adalah Draft Petunjuk Teknis Perhitungan Indikator Pencapaian (IP) Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar yang disusun oleh Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional pada bulan Maret 2010. Perhitungan Capaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) dilakukan secara otomatis oleh aplikasi yang terbagi dalam dua bagian yaitu: 1) Capaian SPM SD/MI, dan 2) Capaian SPM SMP/MTs. Aplikasi ini juga sudah menggunakan sistem data terpilah untuk kepentingan pengarusutamaan gender dalam bidang pendidikan.

Bagian-bagian utama dari aplikasi ini terdiri dari :
  1. Halaman Depan


  1. Halaman Data Utama, yang digunakan untuk meng-input data. Pertama-tama harus diisi nomor urut dan nama sekolah serta nomor pokok sekolah nasional (NPSN). Apabila informasi tersebut tidak diisi, pengisian data selanjutnya tidak bisa dilakukan. Halaman Data Utama, adalah halaman yang digunakan untuk meng-input data.

  1. Halaman Eksport Data, untuk mengekspor tabel-tabel dalam aplikasi database ke dalam format yang diinginkan pengguna

  1. Halaman Print-out Laporan, yang berfungsi untuk mencetak format-format laporan dari halaman data utama. Pengguna hanya tinggal memilih data yang akan dicetak sesuai kebutuhan.

  1. Halaman Print-out Format Pendataan, yang digunakan untuk mencetak format-format pendataan sesuai kebutuhan.

  1. Halaman Eksekusi SPM, yang menampilkan hasil perhitungan SPM berdasarkan informasi yang dimasukkan pada halaman data utama. Halaman ini secara otomatis akan memberikan informasi tentang nilai capaian indikator SPM sesuai dengan Petunjuk Teknis yang dikeluarkan oleh Kementrian Pendidikan Nasional.
  

Dengan menggunakan aplikasi ini, beban kerja petugas pengelolaan data baik di UPTD maupun Dinas Dikpora berhasil dikurangi menjadi lebih dari separuhnya. Aplikasi sudah disediakan dalam bentuk CD installer dan dilengkapi dengan buku petunjuk penggunaan aplikasi yang dibuat dalam bahasa yang mudah dipahami orang awam.

Pada akhirnya kami pun menyadari bahwa aplikasi ini sangatlah sederhana dan belum sempurna menjawab kebutuhan penggunanya. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik saran guna penyempurnaan aplikasi ini. Mudah-mudahan aplikasi ini dapat bermanfaat guna mempermudah perhitungan Capaian Standar Minimal Pelayanan Pendidikan di daerah sesuai Permendiknas Nomor 15 Tahun 2010, sekaligus dapat bermanfaat dalam pengukuran target capaian Standar Sarana Prasarana Pendidikan berdasarkan Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007.


Sangihe : Pengabdian Ibu Guru di Kepulauan

0 komentar


“Menyeberang Lautan Untuk Mencerdaskan Anak Bangsa”

Desa Lapepahe, Kecamatan Manganitu Selatan, Kabupaten Kepulauan Sangihe, hanyalah sebuah kampung kecil. Namun, desa yang dihuni 609 jiwa itu menyimpan sebuah kisah besar, dan ibu guru Dorkas Kaengke sebagai tokoh utamanya. Ibu guru Dorkas adalah sosok yang pantas jadi panutan dan contoh bagi dunia pendidikan di Sulawesi Utara, bahkan Indonesia. 28 tahun mengabdi sebagai guru, selama itu pula ia harus menyeberangi laut dengan perahu tradisional untuk menjangkau tempatnya mengajar, SD Inpres Mahumu yang terletak di Pulau Mahumu. Bahaya dan maut yang setiap saat bisa menjemputnya tak membuat Ibu Dorkas gundah.

Baginya, mengajar adalah pilihan hidup yang harus dijalani dengan segenap hati. Jelas menyedihkan ketika mendengar kisahnya di saat-saat awal mengajar. Sebab ternyata ia cuma mendapatkan gaji sebesar Rp40 ribu rupiah. Ibu Dorkas adalah ibu, guru dan pribadi yang luar biasa mengagumkan. Ketika warga di di Pemukiman Uai, Desa Lapepahe, masih dibungkus selimut dan terlelap tidur, ia sudah memulai aktifitasnya. Keheningan pagi memang sudah menjadi sahabatnya setiap hari. Hampir setiap pukul 04:00 Wita (dini hari), ia sudah bangun dengan memulai pekerjaan di dapur. “Sebelum ke sekolah saya menyiapkan sarapan bagi suami dan anak-anak. Jam bangun saya seperti ini, karena saya memang tidak suka terlambat ke sekolah,”kata Ibu Dorkas.

Desa Lapepahe berjarak 2,5 jam dari Kota Tahuna, Ibukota Kabupaten Kepulauan Sangihe. Kediaman Ibu Dorkas jauhnya kira-kira dua kilometer dari perkampungan Lapepahe, Kecamatan Manganitu Selatan. Jalan setapak super ektsrem sepanjang 1 kilometer harus dilewati. Itu pun dengan risiko tergelincir karena medannya naik-turun. Ibu guru Dorkas benar-benar perempuan tangguh. “Sekolah tempat saya mengajar letaknya di Pulau Mahumu. Jaraknya memang tidak terlalu jauh, tapi beginilah keadaannya. Alat transportasi cuma perahu,”kata Ibu Dorkas menjelaskan. Dibutuhkan sekitar 15 menit perjalanan melintasi laut Lapepahe untuk mencapai pulau Mahumu. Setiba di dermaga pulau Mahumu perjalanan dilanjutkan dengan mendaki bukit yang tingginya kiara-kira 20 meter di atas permukaan laut, lalu dilanjutkan dengan jalan kaki sejauh 200 meter menuju sekolah. “Kalau air pasang, jarak tempuhnya hanya lima meter dari pantai ke sekolah. Tapi ini air surut, saya harus memarkir perahu di dermaga tadi,” jelas ibu guru yang tangguh ini.  

Di usianya yang lebih dari setengah abad, Ibu Dorkas tak terlihat seperti perempuan lemah. Ia terlihat kuat, sekuat tekadnya untuk mengajar. Kedua kaki dan tangannya masih terlihat bertenaga. “Saya sudah terbiasa mengajar dengan keadaan seperti ini. Menggunakan perahu pulang-pergi tidak masalah. Ini sudah saya jalani setelah SK penempatan saya tahun 1984 di tempat ini,” kata Ibu Dorkas di sela-sela perjalanan menuju sekolah.  

“Perahu yang saya gunakan itu, sudah yang kesepuluh. Sembilan lainnya sudah rusak. Kadangkala, saya kehujanan dalam perjalanan. Kalau dalam perjalanan ke sekolah basah kuyup, saya kembali ke rumah untuk ganti pakaian. Kalau hanya basah sedikit, saya tetap melanjutkan perjalanan ke sekolah,”kata Ibu Dorkas yang pernah ikut upacara dengan menggunakan pakaian basah akibat kehujanan. Dengan polos, dirinya mengaku tidak ingin pindah dari sekolah itu. Kecintaan dan kedekatannya dengan warga Mahumu menjadi alasan. “Saya sudah menganggap siswa-siswa saya sebagai anak kandung. Kadang meski badan tidak sehat, saya tetap pergi mengajar. Kalaupun lelah, saya meminta suami untuk antar sekalian jemput,”ujarnya.

Ibu Dorkas yang sudah menelorkan beberapa anak didik menjadi polisi, tentara dan guru menceritakan beberapa pengalaman memilukan dalam 28 tahun perjalanan tugasnya itu. “Kira-kira 24 November 2009 lalu, saya hendak berangkat ke sekolah. Tidak ada tanda-tanda apapun kalau pagi itu akan ada hujan dan angin kencang. Ketika saya berada di tengah laut, dengan cepat semua di sekitar saya menjadi gelap. Perahu tergoyang-goyang akibat hantaman angin. Saya terus mendayung meskipun perasaan takut ada. Saya sampai menangis,”kenangnya dengan wajah berbinar. “Tak disadari saya sudah berada jauh dari dermaga Desa Mahumu. Mungkin karena besarnya arus, saya terseret begitu jauh,”sambungnya. Meski terlihat begitu tegar, Ibu Dorkas ternyata mengalami gangguan kesehatan. “Kesehatan saya terganggu. Sejak sakit 1994 lalu, saya sudah tidak bisa naik kendaraan darat seperti mobil, sepeda motor dan pesawat. Jadi, kalau ada urusan di Tahuna, saya meminta suami mengantar saya menggunakan perahu,”akunya.

Menutup pembicaraan, Ibu Dorkas menilai, sekarang perhatian pemerintah terhadap guru-guru di daerah terpencil sudah lebih bagus. “Saya mendapat tunjangan per satu tahun. Jumlahnya lumayan. Saya mulai terima sejak 2006 lalu. Saya punya impian pangkat Golongan IIIC bisa dinaikkan menjadi IIID. Itu harapan besar saya,”akunya. Ibu Dorkas ikut mengungkap permasalahan listrik di daerahnya menjadi satu kendala. “Kadang seminggu listrik hidup, kadang mati. Kadang dalam seminggu hanya empat hari listrik hidup. Beberapa kali pakaian dinas saya tidak disetrika saat ke sekolah karena listrik padam,”terangnya.

“Tujuan utama saya adalah membuat anak-anak di Desa Mahumu menjadi pintar dan berguna bagi orangtua mereka. Penduduk di tempat itu rata-rata kurang mampu. Hanya pendidikan yang lebih baik yang bisa membuat mereka keluar dari ketertinggalan,”katanya mengakhiri pembicaraan. Sebuah impian yang luhur dan mulia.

Minut : Survey Kepuasan Warga Pengguna Layanan Kesehatan Ibu dan Anak Di Kabupaten Minahasa Utara

0 komentar


(Tim Kajian dari Kelompok Masyarakat Sipil Kab. Minahasa Utara)

Latar Belakang

Komitmen Pemerintah Indonesia dalam pencapaian MDGs khususnya Peningkatan Kesehatan Ibu terus dilakukan, diantaranya diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741 tahun 2008 tentang Standart Pelayanan Minimum (SPM). SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.  Selain itu SPM merupakan upaya terstruktur dalam rangka pengentasan kemiskinan sebagai komitmen Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dalam mencapai tujuan pembangunan milenium (Millenium Development Goals/MDGs). Pemerintah menyusun dan menetapkan SPM agar seluruh lapisan masyarakat dijamin memperoleh kualitas pelayanan dasar yang sama secara minimal. Pemerintahan Daerah menerapkan dan mencapai SPM agar pelayanan yang sangat mendasar dijamin dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat dalam konteks pelaksanaan otonomi daerah.

Dalam Simposium Nasional yang diadakan di Jakarta pada tanggal 20 Desember 2010, Menteri Kesehatan RI dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH menempatkan Peningkatan Kesehatan Ibu, bayi dan balita pada poin pertama yang menjadi Fokus Prioritas Pembangunan Kesehatan Pemerintah Indonesia. Pertanyaan yang muncul adalah seberapa besar komitmen pemerintah daerah sebagai lembaga penyedia layanan publik di tingkat daerah dalam melakukan Peningkatan Pelayanan Kesehatan Ibu/Anak berdasarkan pencapaian SPM yang sudah ditetapkan? Dan bagaiman tanggapan masyarakat pengguna layanan kesehatan, khususnya KIA terhadap pelayanan yang disediakan pemerintah daerah?

Hal ini menjadi dasar dilakukannya survey untuk mengukur tingkat kepuasan masyarakat pengguna layanan terhadap pelayanan KIA yang diberikan di pusat-pusat pelayanan kesehatan, mengindentifikasi masalah-masalah yang terkait pelayanan KIA, dan memberikan masukan dan rekomendasi bagi peningkatan kualitas pelayanan publik dan perencanaan pembangunan kesehatan.  Survey ini dilakukan terhadap unit-unit pelayanan kesehatan dari tingkat kabupaten sampai tingkat desa yang tersebar di dalam wilayah kerja 5 Puskesmas : PKM Kalawat dan PKM Airmadidi mewakili pengguna layanan perkotaan; PKAM Talawaan mewakili pengguna layanan desa daratan; PKM Wori dan PKM Mubune, mewakili pengguna layanan desa pesisir dan pulau.

Hasil Survey Kepuasan Masyarakat

Jumlah responden dalam survey ini adalah 330 responden yang merupakan pengguna langsung unit layanan KIA. Sekitar 80% responden adalah ibu rumah tangga dengan tingkat pendidikan sebagaian besar SLTA dan jumlah penghasilan rata-rata Rp. 500.000 s/d Rp. 1.000.000 per bulan.  
Hasil survey menunjukkan bahwa unit pelayanan kesehatan yang paling dominan digunakan adalah Pukesmas Keliling (83%), lainnya menggunakan Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan RSUD. Yang menarik, sekitar 8% responden lebih memilih menggunakan jasa dukun bersalin.
.
Tingginya pengguna Pusling disebabkan karena adanya kerjasama antara Dinas Kesehatan dan pemerintah desa/kelurahan lewat program Posyandu yang sebarannya hampir ada disemua desa/kelurahan yang ada di Kabupaten Minahasa Utara. Selain itu alasan pengguna layanan Pusling adalah akses yang mudah dan biaya yang murah. Sementara sebagian besar pengguna layanan Puskesmas adalah pasien rujukan. Kurangnya pengguna Pustu dan Poskesdes disebabkan sebaran unit layanan ini hanya sedikit, tidak selalu ada petugas kesehatan dan sudah tidak terawat lagi.

Jenis layanan KIA yang paling banyak digunakan pada unit layanan Pusling dan Posyandu adalah pemeriksaan kehamilan (89%),  imunisasi bayi (83%), kunjungan/pemeriksaan bayi (75%), pelayanan anak balita (59%) dan pemberian makanan pendamping ASI (57%), sedangkan pertolongan persalinan hanya 5%. Jenis layanan KIA yang paling banyak di gunakan pada unit layanan Puskesmas adalah pemeriksaan kehamilan (73%), pertolongan persalinan (45%), kunjungan/pemeriksaan bayi (45%), imunisasi bayi (44%) dan pelayanan anak balita (37%).

Melihat bahwa unit layanan Pusling dan Posyandu paling banyak digunakan oleh warga masyarakat untuk mendapatkan peayanan KIA, dibutuhkan petugas kesehatan yang terlatih dan dalam jumlah yang cukup untuk dapat memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat. Demikian juga dengan kelengkapan standar pelayanan KIA yang harus dimiliki oleh setiap unit pelayanan. Pada kenyataannya, sebaran tenaga kesehatan, khususnya bidan dan dokter masih belum merata dan masih banyak unit pelayanan kesehatan yang belum mempunyai kelengkapan standar pelayanan KIA.

Yang menarik pada pelayanan yang diberikan oleh Dukun Bersalin. Dari 8% responden yang menggunakan jasa dukun bersalin, sebagian besarnya untuk pertolongan persalinan (75%).  Sementara kalau kita mengacu pada pencapaian SPM Kesehatan, penangan persalinan harus ditangani oleh tenaga kesehatan.  Selain murah dan akses yang mudah (dalam memberikan pelayanan dukun bersalin mendatangi rumah pasien), alasan responden memilih ke dukun bersalin antara lain karena akses yang mudah dan biaya yang murah.   
Seperti pengakuan seorang responden, "
“yah, kalo kita mo pigi rumah sakit. Baru mo sewa oto jo, so berapa? Bukang dekat dari sini ka rumah sakit 2 jam ada itu depe lama. Blum le biaya for orang yang mo bajaga, for depe makang, ongkos kasana kamari. Kalo kita pe laki yang bajaga berarti dia nyanda karja kong mo bayar deng apa dang kalo dia nyanda ada pemasukkan. Jadi kita pikir mama biang jo lebe murah. Tuhari bayar dukun 200.000,- itu le cuma sukarela dari torang.”
“ Kalau saya ke rumah sakit, biaya sewa mobil saja sudah berapa?  jarak dari sini ke rumah sakit sekitar 2 jam perjalanan. Belum lagi biaya untuk orang yang akan mendampingi (selama di rumah sakit), untuk makan dan biaya transportasinya. Kalau suami saya yang mendampingi berarti dia tidak bisa bekerja, lalu mau bayar dengan apa kalau tidak ada pemasukan. Jadi lebih baik ke dukun bersalin karena lebih murah, hanya bayar Rp. 200.000,- itupun hanya sukarela.”  
Alasan lainnya responden menggunakan jasa dukun bersalin dikarenakan tidak tersedianya tenaga kesehatan pada saat dibutuhkan. 
“tu hari kita melahirkan malang, jadi bidan nyanda ada soalnya dia nyanda tinggal di sini kwa. Cuma jaga datang kalo ada pelayanan posyandu, sementara disini nyanda rupa di kota, oto ada trus. Jadi torang da pangge mama biang noh.”
“Waktu itu saya melahirkan malam hari, dan tidak ada bidan karena tidak tinggal di desa kami. Hanya datang pada saat memberikan pelayanan posyandu, sementara kondisi di desa berbeda dengan di kota, kendaraan umum selalu tersedia. Jadi kami memilih memanggil dukun bersalin.”

Kesimpulan dan Rekomendasi 

Meskipun masih terbatasnya pelayanan KIA yang diberikan pada tiap sarana layanan, mulai dari ketersediaan alat, sarana dan prasarana dan tenaga medis dan biaya yang masih cukup tinggi dalam memperoleh layanan kesehatan, namun warga masyarakat pengguna layanan tersebut umumnya (hampir 70%) menyatakan puas dengan pelayanan yang diberikan. Hal ini sebenarnya lebih disebabkan karena tidak tersediannya alternatif lain untuk pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan harga murah dan akses yang mudah terjangkau.  Meski demikian dari informasi yang diberikan pengguna lewat survey yang dilakukan, upaya peningkatan mutu layanan kesehatan khususnya kesehatan ibu dan anak masih harus dilakukan, khususnya untuk memenuhi Standar Pelayanan Minimal bidang kesehatan. 

Ada beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah daerah dalam upaya peningkatan mutu pelayanan dasar diantaranya :

  1. Penambahan Alokasi anggaran untuk Program Perbaikan Gizi di posyandu.
  2. Diperlukan peningkatan program sosialisasi tentang program kebijakan kesehatan (jampersal, jamkesmas, jamkesda dan SOP kesehatan). di Minahasa Utara. Sosialisasi dilakukan oleh Dinas Kesehatan, DPRD dan OMS
  3. Memperkuat  pengawasan terhadap pelaksanaan pelayanan di unit layanan kesehatan. (puskesmas/pustu/poskesdes/pusling) sebagaimana diamanatkan dalam UU 25/2009 tentang Penyelengaraan Pelayanan Publik.
  4. Mendorong untuk mengaktifkan kembali program desa siaga.
  5. Distribusi tenaga kesehatan secara merata, terutama di daerah-daerah terpencil.
  6. Alokasi anggaran untuk membangun kemitraan antara Tenaga Kesehatan yang ada di lapangan dengan dukun bersalin (biang kampung) 
  7. Peningkatan status RSUD dan optimalisasi pelayanan. Agar dapat memberikan pelayanan jampersal.
  8. Pengawasan terhadap pungutan (uang partisipasi pengguna layanan) yang aturannya tidak jelas.
  9. Pengadaan papan informasi terkait pelayanan di unit layanan.
  10. Pembentukan lembaga komplain di setiap unit layanan
  11. Peningkatan fasilitas puskesmas agar dapat memberikan pelayanan jampersal.
  12. Pengadaan sarana dan prasarana posyandu. (bangunan dan fasiltas) yang lebih steril. Mengingat posyandu tersebut memberikan pelayan kepada kelompok-kelompok rentan (anak-anak, ibu hamil dan ibu menyusui)

 
  • BASICS PROJECT NORTH SULAWESI © 2012 | Designed by Rumah Dijual, in collaboration with Web Hosting , Blogger Templates and WP Themes