Minahasa : Forum Multipihak Kesehatan dan Pendidikan untuk Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2013

0 komentar


Pada tanggal 19 April 2012, dengan bertempat di Hotel Toudano, telah diselenggarakan Pertemuan Forum Multipihak untuk membahas draft RKPD Kabupaten Minahasa tahun 2013. Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan dari Bappelitbangda, Dinas Kesehatan, Dinas Dikpora, Bagian Organisasi Setdakab, Kantor Kementrian Agama, Sekretariat DPRD, dan OMS, yang seluruhnya berjumlah 16 orang.

Proses Lokakarya Multipihak diawali dengan presentasi oleh Kepala Bappelitbangda yang menampilkan Evaluasi RKPD 2011 dan draft RKPD 2013. Kemudian dilanjutkan dengan presentasi dari Sekretaris Dinas Kesehatan yang menyajikan Refleksi Capaian SPM dan MDGs Bidang Kesehatan sepanjang 2009-2011 dan terakhir presentasi dari Kabid Olahraga Dinas Dikpora yang mempresentasikan Refleksi Capaian SPM dan MDGs Bidang Pendidikan sepanjang 2009-2011.

Hal-hal yang terungkap dan menjadi perhatian semua partisipan adalah bahwa kemampuan Pemerintah Kabupaten Minahasa mengalokasikan anggaran kesehatan yang hanya 5 persen, di luar gaji pegawai. Memang alokasi anggaran ini jauh lebih rendah yang dipersyaratkan UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan yang mengatur minimal sebesar 10 persen.  Anggaran sebesar 5% tersebut dialokasikan untuk membiayai 11 jenis program, seperti terlihat pada tabel di bawah ini :
Sedangkan untuk urusan pendidikan, hal yang menjadi perhatian antara lain APK dan APM yang sangat bervariasi disebabkan karena ada siswa usia SMP yang berada pada jenjang pendidikan SMA dan ada siswa yang bersekolah di luar Kabupaten Minahasa. Permasalahan lain dalam pendidikan adalah bahwa (1) sekitar 0,76% lulusan SD belum terdata apakah melanjutkan sekolah atau tidak, (2) Kualifikasi guru belum mencapai 100%, dan (3) Dinas DIKPORA Minahasa sedang melakukan penyesuaian terhadap SPM Tahun 2010.

Dari proses menanggapi dan memberikan usulan, akhirnya diperoleh sederetan daftar usulan tambahan yang akan disampaikan kepada Tim Penyusun RKPD 2013 (TAPD) sebelum difinalisasi. Usulan tambahan untuk pendidikan:
1) Peningkatan kompetensi tenaga pendidik untuk peningkatan mutu wajib belajar;  
2) Pemerataan guru ke daerah-daerah terisolir;
3) Peningkatan insentif bagi guru yang ada di daerah terisolir;
4) Peningkatan pendidikan keahlian bagi siswa untuk mencetak siswa yang siap pakai;
4) Pengkajian muatan local;
5) Penambahan guru agama;
6) Pengkajian atas rendahnya APM untuk tingkat pendidikan SMP dan SMA.

Sedangkan usulan tambahan untuk urusan kesehatan:
1) Peningkatan mutu kesehatan ibu hamil;
2) Penambahan tenaga medis pada Pustu, Poskesdes, dan Polindes;
3) Penambahan fasilitas kesehatan pada Pustu, Poskesdes, dan Polindes;
4) Penambahan Gizi pada Balita;
5) Pembentukan Desa Siaga;
6) Sosialisasi  tentang layanan kesehatan yang diperuntukkan bagi masyarakat miskin;
7)  Pengendalian Penyebaran HIV/AIDS;
8) Pertemuan Lintas Sektor dengan KPAD Minahasa.

Ada juga usulan dari perwakilan BKBP3A berupa dukungan anggaran bagi program/kegiatan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.

Lokakarya ini diakhiri dengan pemahaman bersama bahwa semua pihak yang hadir dalam pertemuan telah memberikan masukan terkait RKPD 2013 dengan menekankan pada pemenuhan SPM dan pencapaian target MDGs yang ditandai dengan penandantanganan Naskah Kesepahaman Bersama oleh perwakilan Bappelitbangda, BKBP3A, Dinas Kesehatan, dinas Dikpora, Bagian Organisasi Setdakab, Kantor Kementrian Agama dan OMS untuk memasukkan poin-poin kesepahaman yang akan diperjuangkan bersama dalam forum TPAD. 


Minahasa : Workshop Guru Kelas SD Menjadi Guru Mata Pelajaran SMP

0 komentar


Di tahun 2012, BASICS Project melalui mekanisme program BRI memberi dukungan kepada Dinas Dikpora Kabupaten Minahasa dalam upayanya mempercepat beberapa capaian target SPM dan MDGs Pendidikan dalam periode tahun 2011-2013 seperti peningkatan Angka Partisipasi Murni (APM).  Mengingat cakupan APM SMP di beberapa kecamatan seperti Langowan Selatan, Lembean Timur, Kombi, Tondano Barat, Tondano Selatan, dan Tombariri relatif masih rendah maka pemerintah kabupaten Minahasa membangun sekolah di wilayah-wilayah tersebut,  dengan harapan makin banyak penduduk usia SMP yang akan bersekolah di tempat tinggalnya. Jadi dalam meningkatkan pelayanan akses pendidikan dasar tersebut telah terwujud dengan adanya pembangunan sekolah satu atap (SATAP) yaitu membangun SMP di lokasi SD di Kecamatan Langowan Selatan, Lembean Timur, Kombi, Tondano Barat, Tondano Selatan, dan Tombariri. Dengan demikian lahirlah sekolah baru, yaitu SMP SATAP.

Namun kebijakan ini belum sepenuhnya diikuti oleh program penunjang lainnya, seperti pemenuhan kebutuhan tenaga pendidik. Akibatnya menimbulkan masalah baru lainnya, yaitu terjadi kekurangan tenaga pendidik (guru).  Hampir semua sekolah di SMP SATAP masih kekurangan guru. Upaya yang ditempuh selama ini antara lain adalah 1) menganjurkan kepada guru-guru SMP dari kecamatan lainnya yang kebetulan kekurangan jam mengajar agar menambah jam pelajaran di sekolah-sekolah yang kekurangan guru seperti di SATAP dan 2) memutasikan guru dari sekolah yang dipandang kelebihan guru. Namun kedua langkah ini belum dapat menjawab masalah yang dihadapi karena tidak bertahan lama dengan alasan jarak yang terlalu jauh serta alasan lainnya.

Alternatif lainnya yang diharapkan dapat mengatasi masalah di atas yaitu dengan merekrut beberapa guru SD di sekitarnya dalam kecamatan tersebut untuk dapat mengajar di SMP SATAP. Namun, guru-guru SD yang bersedia mengajar di SMP nantinya perlu ditingkatkan lebih dahulu kompetensinya sesuai dengan tuntutan kompetensi guru mata pelajaran. Untuk dapat mewujudkan alternatif tersebut maka diperlukan langkah-langkah konkrit yaitu 1) mengadakan pelatihan pendalaman materi pelajaran dari dalam bentuk pelatihan terbimbing atau disebut juga Workshop On the Job Training, dimana pelatihan dilakukan dalam bentuk magang dan disertai dengan monitoring dan evaluasi secara kontinue dalam kurun waktu tertentu.

Kegiatan tersebut telah dilaksanakan pada tanggal 24-26 Juli 2012, dengan dihadiri peserta sebanyak 24 orang guru SD yang terdiri dari 16 perempuan dan 8 laki-laki. Sebagai tindak lanjut dari kegiatan workshop, para guru SD akan melakukan magang di SMP SATAP yang terdapat di wilayah kecamatan dimana mereka berasal. Dalam proses berikutnya, para guru ini akan memperoleh SK penugasan magang dari Dinas Dikpora kabupaten Minahasa selama 2 bulan menjadi guru mata pelajaran di SMP SATAP. Setelah selesai magang, diharapkan para guru ini akan menjadi bagian dari SMP SATAP sebagai guru mata pelajaran, dan dengan demikian proses belajar mengajar akan berjalan dengan baik karena telah tersedia guru sesuai kebutuhan, sehingga animo dan partisipasi menyekolahkan anak di sekolah tersebut meningkat. 

Bitung : Peningkatan Kompetensi Bidan dalam Penanganan Komplikasi Obstetri & Neonatus

0 komentar



Komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas masih menjadi penyebab terbesar kasus kematian ibu di Provinsi Sulawesi Utara. Selain penanganan komplikasi kebidanan yang terlambat, kematian ibu sering kali juga diakibatkan oleh kegagalan dalam mengenali dan menangani keadaan gawat darurat pada saat hamil, melahirkan dan setelah melahirkan.  Saat ini Bidan merupakan ujung tombak dalam memberikan pelayanan kepada ibu hamil, melahirkan, paska melahirkan dan bayi yang baru lahir. Hal ini karena bidan bekerja bukan saja di rumah sakit dan puskesmas, tetapi juga langsung berada ditengah-tengah masyarakat dan berada di garis depan pelayanan. Dalam memberikan pelayanan sering kali bidan menghadapi keadaan darurat yang mengancam keselamatan jiwa ibu dan bayinya. Oleh karena itu penting sekali agar bidan mampu mengenali keadaan darurat yang dihadapinya dan memberikan penanganan yang cepat dan tepat untuk mencegah kematian ibu dan bayinya.Untuk menjawab permasalahan yang sering muncul terkait dengan penanganan komplikasi kebidanan (obstetri dan neonatus), Dinas Kesehatan Kota Bitung menyelenggarakan  Pelatihan Obstetri Neonatal dan Esensial Dasar untuk tenaga medis dan paramedis. Pelatihan tersebut dilaksanakan di Auditorium PT Pelni Bitung dalam 2 gelombang dan diikuti oleh 97 peserta termasuk beberapa bidan dari klinik swasta yang ada di Kota Bitung. Gelombang pertama pelatihan dilaksanakan pada bulan April dan gelombang kedua pada pertengahan Mei 2012. Tujuan pelatihan adalah untuk meningkatkan ketrampilan peserta dalam menangani kondisi kegawatdaruratan yang terjadi pada saat persalinan, termasuk mengenali tanda-tanda maupun penangangan persalinan termasuk neonatus.

Narasumber utama yang diundang, Dr. Sandra SpOg dan Dr. Feiby Julianto, merupakan dokter profesional yang berpengalaman dalam penanganan persalinan maupun perawatan bayi pasca persalinan. Narasumber yang lain berasal dari lingkungan Dinas Kesehatan Kota Bitung termasuk, Dr Vonny Th M Dumingan MKes, Dr Tomy Sumampouw dan Dr Zulian Muslim, MKes. Materi yang disampaikan telah disesuaikan dengan kebutuhan peserta dan semua narasumber cukup menguasai materi yang dibawakan. 

Hal ini juga diakui oleh beberapa peserta maupun perwakilan organisasi masyarakat sipil (OMS) yang hadir, sehingga pelatihan ini dari sisi substansi materi dinilai cukup berkualitas. Selain itu peserta juga diberikan kesempatan untuk melihat secara langsung praktek penangan persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dan Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL) di Kota Bitung sehinga memberikan pula nilai tambah tersendiri terhadap pengalaman belajar mereka. Walaupun demikian beberapa peserta dan narasumber menyampaikan bahwa jumlah jam pelatihan perlu untuk diperbanyak, dengan pertimbangan bahwa materi yang disampaikan cukup luas cakupannya bahkan beberapa materi harus dipersingkat. Hal ini memang bekaitan dengan anggaran dan sumber daya yang tersedia tetapai untuk mengantisipasinya, narasumber telah menyarankan kepada peserta agar selalu tetap berkomunikasi dengan mereka setelah pelatihan. Jika ada hal-hal yang ingin didiskusikan narasumber akan siap untuk berkomunikasi bahkan melalui telepon seluler seperti yang disampaikan oleh Dr. Sandra, “Telpon Saya selalu online 24 jam setiap hari, sehingga jangan ragu-ragu untuk menelepon Saya”.
Sasaran akhir dari kegiatan ini adalah untuk mendorong pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan serta Tujuan Pembangunan Millenium (MDGs). Seperti yang disampaikan oleh Dr Tommy dan Dr Zulfian dalam pelatihan tersebut, Kota Bitung secara umum telah dapat  memenuhi sebagian besar indikator SPM dan MDGs terkait kesehatan,tetapi ada beberapa indikator yang menunjukkan trend menurun (walaupun kecil) dalam beberapa tahun terkahir ini, sekalipun angkanya masih lebih baik dari angka rata-rata nasional. Selain itu Kota Bitung adalah daerah urban dengan jumlah perpindahan penduduk yang cukup tinggi, sehingga akan sering dijumpai kasus-kasus emergensi tidak pernah terdeteksi saat kehamilan melalui kunjungan K1 – K4, misalnya ibu hamil yang saat hamil berdomisili di daerah lain tapi kemudian pindah ke Bitung ketika akan bersalin.

Pada akhir kegiatan, sebagian besar peserta menyatakan bahwa mereka memperoleh banyak manfaat dari pelatihan, karena selain menyegarkan pengetahuan yang pernah diperoleh sebelumnya, mereka juga diperkenalkan pada metode-metode penanganan komplikasi yang relatif baru. Sesungguhnya sebagian besar tugas pokok di puskesmas adalah berkaitan dengan upaya Promotif dan Preventif sehingga narasumber selalu menyarankan agar peserta bisa lebih melakukan tugasnya dengan lebih baik. Sesudah mengikuti pelatihan ini diharapkan para pesertaakan makin terampil dalam menolong persalinan terutama pada situasi-situasi darurat. Dengan demikian, diharapkan kasus kematian ibu melahirkan dan bayi akan menurun jumlahnya. Hal ini merupakan salah satu indikator pelayanan kesehatan yang tercantum dalam Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs).


Komitmen untuk Mengentaskan Putus Sekolah, Minahasa Utara Canangkan Gerakan Sumikolah 2012

0 komentar


Peringatan Hardiknas 2 Mei 2012 di Kab. Minahasa Utara kali ini, agak berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Menandai hari yang sangat penting bagi pendidikan nasional ini, Bupati Minahasa Utara beserta mencanangkan Ikrar Gerakan Sumikolah. Gerakan Sumikolah ini merupakan kerjasama antara Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kab. Minahasa Utara dan Program BASICS-CIDA. Komitmen Pemerintah Kabupaten Minahasa Utara untuk meningkatkan Angka Partisipasi Murni pendidikan dasar melalui pengentasan putus sekolah merupakan salah satu strategi mencapai Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs).

Sumikolah merupakan bahasaTombulu – Minahasa yang berarti “ke sekolah”. Penggunaan bahasa lokal dimaksudkan sebagai strategi membangkitkan harga diri  orang Minahasa yang menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan. “Dr. Sam Ratulangi adalah orang Minahasa pertama yang mendapat gelar Doktor pada masa prakemerdekaan”, ungkap Maxmilian Tapada, Kepala Dinas Dikpora Kab. Minahasa Utara, “Pada masa itu saja orang Minahasa sudah mencapai tingkat pendidikan tinggi, masa di zaman modern saat ini anak-anak Minahasa masih ada yang tidak bisa menyelesaikan pendidikan dasarnya,” tegasnya lagi. Banyak orang tua masih menganggap pendidikan dasar hanya cukup sampai kelas 6 SD, sementara Pemerintah Pusat sudah mencanangkan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Oleh karena itu,  Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun perlu semakin disosialisasikan dan pelaksanaannya membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak, baik pemerintah, masyarakat, media dan dunia usaha sebagai wujud kepedulian pada kualitas anak bangsa yang akan menjadi masa depan bangsa dan negara.

Ikrar Pencanangan Gerakan Sumikolah dibacakan secara langsung oleh Ketua DPRD Kab. Minahasa Utara, disaksikan oleh Bupati, wakil Bupati dan seluruh jajaran Muspida serta stakeholder pendidikan, termasuk perwakilan dari dunia usaha yang ada di Minahasa Utara. Bupati Minahasa Utara, Drs. Sompie F Singal, MBA dalam pidatonya menyatakan salut kepada Dinas Dikpora dan BASICS–CIDA atas inisiatif ini. Lebih lanjut Bupati Minahasa Utara,  meminta kepada jajaran dinas Dikpora sampai pada satuan pendidikan, agar terus menggalakan gerakan Sumikolah ini, dan jika perlu di setiap kecamatan dibentuk semacam pos pelayanan pendaftaran kembali siswa putus sekolah. Meskipun pendataan dan pendampingan siswa putus sekolah ini memang masih terbatas hanya di 5 kecamatan yang ada di Kab. Minahasa Utara, namun pemerintah daerah berjanji akan melakukan hal yang sama di 5 kecamatan lainnya. “Pendataan anak putus sekolah akan kami lanjutkan di kecamatan yang belum terjangkau program BASICS ini, tegas Kepala Dinas Dikpora Kab. Minahasa Utara dalam pidato pencanangan Gerakan Sumikola di hadapan sekitar 400 orang stakeholder pendidikan Minahasa Utara.

Sebelum Pencanangan Ikrar Sumikolah ada kegiatan pendahuluan berupa identifikasi siswa putus sekolah.  Data anak-anak putus sekolah by name, by address dijadikan dasar pencanangan Gerakan Sumikola 2012 untuk Kabupaten Minahasa Utara. Kegiatan pendataan itu sendiri merupakan kolaborasi antara Dinas Dikpora dengan Organisasi Masyarakat Sipil. Data yang dibacakan oleh Kepala Dinas Dikpora Kab. Minahasa Utara dalam acara pencanangan Gerakan Sumikola ini,  masih terbatas pada kecamatan pesisir kepulauan yang disinyalir tinggi angka putus sekolahnya di Minahasa Utara. Dari hasil pendataan sementara diperoleh sebanyak 350 (219 laki-laki, 131 perempuan) anak usia sekolah, yang tidak lagi bersekolah. Terutama ditemukan di 5 kecamatan pesisir, dengan sebaran di 72 desa.  Penyebab utama putus sekolah antara lain; masalah ekonomi,  keterbatasan akademik, lingkungan pergaulan dan situasi sekolah. Banyaknya anak laki-laki yang putus sekolah sebagian besar disebabkan karena mereka lebih memilih untuk mencari uang untuk membantu kehidupan ekonomi keluarga dan sebagian kecil karena terpengaruh lingkungan pergaulan. Sementara hampir semua anak perempuan yang putus sekolah dikarenakan kesulitan ekonomi sehingga orang tua memutuskan anaknya cukup menamatkan SD atau putus sebelum menamatkan SMP.  Kondisi yang sarat isu gender ini perlu mendapatkan perhatian serius dari Pemerintah Kab. Minahasa Utara. Gerakan Sumikolah bisa menjadi sebuah 'affirmative action" untuk memberikan hak pendidikan yang sama bagi anak-anak perempuan dan laki-laki.

Menyadari hal tersebut, penanganan anak putus sekolah seharusnya tidak hanya menjadi tugas Dinas Dikpora tetapi menjadi tanggung jawab bersama berbagai SKPD yang terkait dan juga pihak swasta. Dinas Dikpora Kab. Minahasa Utara sudah mulai menjajaki kerjasama dengan pihak swasta, dalam hal ini beberapa perusahaan yang berlokasi di Kab. Minahasa Utara, untuk membantu dalam program beasiswa atau orang tua asuh bagi siswa putus sekolah. Dan untuk memastikan anak-anak yang putus sekolah kembali bersekolah, juga akan dilakukan ‘home to home visit’ untuk memberikan penyuluhan dan konseling pada orang tua dan anak untuk kembali melanjutkan sekolah. Pendekatan dan konseling kepada orang tua dan anak putus sekolah tentunya perlu mempertimbangkan berbagai pilihan solusi yang memungkinkan anak tetap mendapatkan pendidikan tanpa menjadi beban bagi orang tua. Sebanyak 50 orang anak putus sekolah sudah menyatakan bersedia “Sumikolah” ketika dilakukan kunjungan rumah. Diharapkan ke depannya akan semakin banyak anak putus sekolah yang kembali ke sekolah melalui pendekatan yang terintegrasi antara pemerintah daerah dan pihak swasta. 


 

Sitaro : Antenatal Care Terintegrasi untuk Meningkatkan Cakupan KIA dalam SPM Kesehatan

0 komentar



Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) mendapatkan perhatian besar dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Kesehatan. Dari 18 indikator SPM yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan, 12 indikator diantaranya merujuk pada KIA. Menyadari masih rendahnya cakupan pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak, Dinas Kesehatan Kab. Kepl. Siau, Tagulandang dan Biaro menyelenggarakan Workshop Antenatal Care Terintegrasi untuk Bidan.

Antenatal Care adalah suatu program yang terencana berupa observasi, edukasi dan penanganan medik pada ibu hamil, untuk memperoleh suatu proses kehamilan dan persalinan yang aman dan memuaskan. Tujuan perawatan antenatal yaitu untuk menjaga agar ibu sehat selama masa kehamilan, persalinan dan nifas serta mengusahakan bayi yang dilahirkan sehat, memantau kemungkinan adanya risiko-risiko kehamilan, dan merencanakan penatalaksanaan yang optimal terhadap kehamilan risiko tinggi serta menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan perinatal. Pelayanan antenatal terintegrasi merupakan integrasi antara pelayanan antenatal rutin dengan beberapa program lain yang sasarannya pada ibu hamil.  Workshop ini melibatkan bidan yang merupakan ujung tombak dalam melakukan pelayanan antenal, baik di Puskesmas, Pustu, Poskesdes, maupun Posyandu. Sekitar 20 orang bidan dari 10 Puskesmas dan 1 dari RSUD Tagulandang ikut serta dalam workshop yang diadakan selama 3 hari dari tanggal 5 sampai 7 Juli 2012. Workshop dibagi menjadi 2 hari pemberian materi dan 1 hari praktek yang dilakukan di Puskesmas dan kunjungan ke rumah-rumah ibu hamil.

Dari kegiatan praktek pemberian layananan antenatal di Puskesmas maupun kunjungan ke rumah-rumah ibi hamil ditemukan beberapa permasalahan, antara lain : ibu lupa HPHT (hari pertama hari & terakhir menstruasi), ibu hamil masih kurang paham tentang P4K (Program Persiapan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi), rendahnya pengetahuan ibu hamil tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan, masih banyak ibu hamil yang tidak tahu golongan darahnya dan belum dapat menentukan siapa pendonor dalam keadaan darurat, , kurangnya kesadaran ibu hamil untuk memilih persalinan yang aman, kurangnya dukungan dari keluarga, ibu hamil tidak bisa memutuskan sendiri tempat untuk melahirkan karena harus menunggu keputusan suami/keluarga, kondisi ekonomi yang sulit yang membuat ibu hamil memilih untuk tidak melahirkan di tempat pelayanan kesehatan, dan ibu hamil masih belum mengerti tentang KB pasca persalinan.

Dari berbagai permasalah di atas, ada beberapa isu gender yang perlu segera ditindaklanjuti untuk bisa meningkatkan cakupan pelayanan KIA menurut SPM kesehatan. Masih minimnya pengetahuan ibu hamil tentang pemeriksaan kehamilan serta kesadaran untuk melahirkan secara aman di tempat pelayanan kesehatan tidak hanya disebabkan oleh faktor ekonomi tetapi juga karena ibu hamil tidak bisa membuat keputusan sendiri tetapi harus menunggu keputusan suami/keluarga. Utnuk mengatasi hal tersebut, solusi yang diusulkan dalam Workshop yaitu melakukan penyuluhan dan konseling tidak hanya kepada ibu hamil tetapi juga kepada suami dan keluarga ibu hamil mengenai : pentingnya persiapan persalinan dan pencegahan komplikasi, pentingnya persalinan yang aman dibantu oleh petugas kesehatan, dan pentingnya KB pasca persalinan.  Dengan demikian, melalui kegiatan pelayanan antenatal terintegrasi yang responsif gender diharakan akan meningkatkan cakupan pelayanan KIA seperti yang sudah ditargetkan dalam SPM Kesehatan. 


Sitaro : Penyerahan Perlengkapan Bagi Juru Malaria Desa

0 komentar


Kabupaten Kepulauan Siau, Tagulandang dan Biaro (Sitaro) merupakan salah satu daerah endemik malaria di Provinsi sulawesi Utara dengan prevalensi kasus malaria yang cukup tinggi setiap tahunnya. Untuk mengatasi hal tersebut, dibutuhkan sosialisasi terus menerus kepada masyarakat tentang cara-cara pencegahan malaria dan untuk melakukan kegiatan tersebut Dinas Kesehatan Kab. Kepl. Sitaro mempunyai ‘pasukan lapagan’ yaitu para Juru Malaria Desa. Peran mereka sangat besar dalam mendorong masyarakat menerapkan perilaku hidup sehat dan memastikan kebersihan lingkungan untuk memberantas berkembang biaknya nyamuk malaria dan mengurangi angka kesakitan akibat penyakit tersebut.  

Untuk memberikan motivasi dan rasa percaya diri pada para juru malaria desa, Dinas Kesehatan Kab. Kepl. Sitaro bekerjasama dengan BASICS menyediakan asesori bagi juru malaria desa yang berupa rompi, topi, tas gantung serta senter. Perlengkapan tersebut diserahterimakan pada hari Kamis, 15 Maret 2012 dari pihak BASICS yang diwakili Ruswin Soulisa kepada Bupati Kepulauan Sitaro, Toni Supit SE, MM. Acara penyerahan yang dilaksanakan bertepatan dengan kegiatan Musrembang Kabupaten tersebut turut disaksikan oleh Wakil bupati, Sekretaris Daerah, Kepala Dinas Kesehatan, tokoh masyarakat, perwakilan LSM dan wartawan media cetak dan elektronik.  

Beberapa juru malaria desa yang menerima bantuan perlengkapan tersebut menyatakan dirinya bangga dan merasa lebih percaya diri ketika turun ke lapangan dengan menggunakan ‘atribut’.  Ibu Lesa Sasehe (30 tahun) seorang Juru Malaria dari desa Apeng Sala Kecamatan Tagulandang begitu menerima atribut lansung bersemangat turun ke lapangan untuk pemantauan. Besoknya beliau mendapati ada seorang bayi di desanya yang telah menderita demam panas selama 3 hari. Ibu Sasehe segera mengadaan pemeriksaan jentik dengan senter terhadap lokasi genangan air di rumah orang tua bayi tersebu dan mendapati jentik nyamuk malaria. Ibu Sasehe segara melaporkan temuan tersebut kepada petugas kesehatan bidang penyakit menular di Puskesmas Tagulandang dan kemudian ditindaklanjuti oleh petugas kesehatan sanitasi lingkungan.

Dari pengalaman ini kita bisa melihat antuasiasme dari Juru Malaria Desa yang merasa menjadi bagian dari program Pemerintah Kabupaten untuk memberantas penyakit malaria. Mengingat bahwa ibu hamil dan anak-anak sangat rentan terhadap penyakit malaria, para Juru Malaria Desa ini mempergiat kegiatan penyuluhannya kepada sasaran khusus tersebut. Dinas Kesehatan telah menetapkan prosedur operasional yang mengatur hubungan kerja antara Juru Malaria Desa dengan petugas kesehatan di Puskesmas sehingga diharapkan upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit malaria di Kab. Kepl. Sitaro yang merupakan bagian dari strategi pencapaian SPM Kesehatan dan MDGs bisa berhasil dilaksanakan. 

Pada kegiatan yang sama, Bupati Toni Supit, SE, MM juga menyerahkan secara simbolis sepeda motor dan peralatan Hb meter kepada bidan, serta komputer dan LCD bagi sekolah percontohan TIK. 

Minahasa : Pelatihan Perawatan Kesehatan Masyarakat

0 komentar

Pada tahun 2012, BASICS Project melalui mekanisme Basics Responsive Initiative (BRI) memberi dukungan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa dalam upayanya mempercepat beberapa capaian target SPM Kesehatan dalam periode tahun 2011-2013. Strategi Peningkatan Pelayanan (SPP) kesehatan difokuskan pada peningkatan kesehatan ibu dan anak. Upaya strategis tersebut dimaksudkan untuk menurunkan angka kematian bayi yang cukup tinggi di Kabupaten Minahasa, meningkatkan cakupan K4 dan meningkatkan cakupan penanganan komplikasi pada neonatus (bayi baru lahir). 
 
Salah satu masalah pokok dari pencapaian tujuan strategis di atas adalah kurangnya kemampuan perawat dalam melakukan kegiatan Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas) secara baik. Perkesmas merupakan upaya kesehatan penunjang yang kegiatannya terintegrasi dalam upaya kesehatan wajib (KIA, P2M, Sanitasi, Pengobatan, Promosi Kesehatan dan Gizi) untuk memberikan perawatan berupa kunjungan rumah kepada masyarakat dengan yang termasuk dalam kategori  resiko tinggi. Dalam melakukan kegiatan-kegiatan tersebut, diharapkan para petugas kesehatan selalu melibatkan peran serta aktif masyarakat baik laki-laki maupun perempuan dan mengupayakan agar mereka mendapatkan akses yang sama terhadap layanan kesehatan.  
 
Dalam rangka meningkatkan kemampuan perawat dan peningkatan cakupan  SPM kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa bekerjasama dengan Program BASICS melalui dana BRI 2012 melaksanakan kegiatan Pelatihan Perawatan Kesehatan Masyarakat Bagi Perawat. Kegiatan ini diikuti oleh 40 perawat dab 10 bidan yang terdiri dari 44 peserta perempuan dan 6 orang peserta laki-laki.  Dari 50 orang peserta tersebut, 39 orang merupakan perwakilan dari Puskesmas (Tandengan, Wolaang, Tateli, Papakelan, Remboken, Sonder, Tombulu, Kombi, Koya, Manembo, Seretan, Pineleng, Walantakan, Tonsea Lama, Kawangkoan, Tanawangko, Lolah, Tompaso, Tumaratas dan Kakas) dan 10 orang peserta lainnya dari Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa.

Dari kegiatan ini diharapkan kemampuan perawat dan bidan semakin meningkat dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam program perawatan kesehatan masyarakat sehingga diharapkan derajat kesehatan masyarakat akan semakin meningkat dan dengan demikian ikut meningkatkan pencapaian SPM kesehatan.
 

 

Komitmen Peningkatan Pelayanan Dasar melalui mekanisme Basics Responsive Initiative (BRI)

0 komentar

"Mungkinkah jika tidak ada pilot project BASICS, respon pusat dan kabupaten/kota akan tetap dalam melakukan pelayanan dasar, khususnya pendidikan dan kesehatan?," demikian pertanyaan yang diajukan oleh Edi Sugiharto, Direktur Urusan Pemerintahan Daerah (UPD 1), Dirjen Otonomi Daerah, Kementerian Dalam Negeri dalam penyampaian dan pengarahan kepada para peserta Lokakarya Refleksi Tengah Tahun BASICS Responsive Initiative (BRI) tahun 2012 di Hotel GrandPuri, 12 Juli 2012. Diawali dengan pemaparan peta MDGs berbasis google earth yang mengambil contoh pelayanan kesehatan di Kabupaten Minahasa Utara yang disampaikan oleh Kepala Bappeda Provinsi Sulut, Noldy Tuerah, PHd dan John Duff dari BASICS CIDA di hadapan 50 peserta dari Bappeda, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Badan Pemberdayaan Perempuan dari 5 kabupaten/kota dan perwakilan provinsi.

Sejak 2011, BASICS melalui mekanisme BASICS Responsive Initiative (BRI) telah mendukung Kabupaten/Kota dalam menyusun dan melaksanakan Startegi Peningkatan Pelayanan (SPP) untuk bidang kesehatan dan pendidikan. Pada urusan kesehatan, SPP BRI diarahkan untuk menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan balita melalui peningkatan kunjungan ibu hamil (K4), cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan, cakupan penanganan komplikasi kebidanan dan neonatal, cakupan kunjungan bayi dan cakupan pelayanan balita. Sedangkan di urusan pendidikan, dukungan dana BRI difokuskan pada upaya untuk meningkatkan angka partisipasi murni (APM), mengurangi angka putus sekolah, menuntaskan wajib belajar 9 tahun dan peningkatan kompetensi tenaga pengajar.

Pelaksanaan rangkaian kegiatan BRI di Kabupaten/Kota dikoordinasikan oleh Tim Pelaksana BASICS Kabupaten/Kota yang ditetapkan melalui SK Bupati/Walikota sedangkan untuk tingkat Provinsi ada Sub Komite Kesehatan dan Pendidikan. Setiap 6 bulan, sub komite BRI tingkat Provinsi melakukan monitoring dan evaluasi untuk memastikan kegiatan BRI di setiap Kabupaten/Kota berjalan sesuai dengan perencanaan dalam SPP yang sudah disepakati. Monitoring juga dilakukan untuk mengetahui kendala, tantangan serta pembelajaran. Hasil monitoring tersebut kemudian dijadikan dibawa dalam Refleksi Pelaksanaan BRI yang bertujuan sebagai forum belajar bersama. Dari pertemuan refleksi pelaksanaan BRI ini bisa diformulasikan tindak lanjut dari program/kegiatan yang sudah dilakukan dan pembelajaran yang bisa dianggap menjadi best practice/praktek cerdas serta kegiatan/produk unggulan.

Salah satu produk yang inovatif adalah ‘DAK Like’ yang saat ini sedang dalam proses finalisasi. Ini adalah sebuah mekanisme bantuan Provinsi kepada Kabupaten/Kota dalam meningkatkan pelayanan dasar urusan kesehatan. Mekanisme DAK Like ini didukung analisis unit cost untuk alokasi anggaran kesehatan, yang bisa membantu Kabupaten/Kota dalam merencanakan dan menganggarkan berbagai program/kegiatan untuk mencapai SPM kesehatan. Sebagai contoh, melalui kajian unit cost dapat diketahui jumlah biaya yang dibutuhkan bagi satu orang ibu hamil mulai dari pemeriksaan K1-K4 hingga persalinan dan nifas serta perawatan bayi hingga balita. Jika alokasi APBD Kabupaten/Kota belum bisa memenuhi dana yang dibutuhkan, maka Kabupaten/Kota bisa mengajukan alokasi dana tambahan kepada Provinsi melalui mekanisme DAK Like.  Diharapkan upaya ini akan memberi kontribusi bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan pencapaian SPM serta MDGs.


SANGIHE MENGAJAR : Harapan bagi Anak-Anak Kepulauan

0 komentar

Pelayanan pendidikan bagi semua merupakan salah satu Tujuan Pembangunan Milenium yang harus tercapai pada tahun 2015. Kabupaten Kepulauan Sangihe yang masuk dalam kategori terdepan, terluar dan tertinggal menyadari bahwa salah satu faktor keberhasilan pembangunan di suatu daerah adalah tersedianya cukup sumber daya manusia yang berkualitas, maka melalui pelayanan pendidikan pemerintah daerah secara konsisten berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia di daerahnya.  Pembangunan bidang pendidikan di Kabupaten Kepulauan Sangihe tidak luput dari beberapa masalah dasar yang menjadi kendala untuk mencapai target pendidikan yang berkualitas dan pencapaian Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar. Permasalahan yang terkait tenaga pendidik diantaranya, kekurangan guru, distribusi guru yang tidak merata, mutu dan kualitas guru yang sebagian masih rendah, dan kesejahteraan. 
 

Kekurangan guru, khususnya di pulau-pulau dan desa terpencil menyebabkan kegiatan belajar mengajar tidak bisa terlaksana sebagaimana mestinya. Hal ini menjadi salah satu alasan keengganan orang tua untuk menyekolahkan anaknya yang pada akhirnya memicu tingginya angka putus sekolah. Oleh karena itu, masalah kekurangan guru ini perlu segera diatasi untuk menjamin tersedianya pelayanan pendidikan yang bermutu dan mengurangi angka putus sekolah. Hal ini menjadi perhatian khusus dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kepulauan Sangihe dalam rangka percepatan pembangunan pendidikan yang ada di pulau-pulau, pesisir dan desa terpencil. Salah satunya adalah dengan menambah guru-guru yang berkualitas di wilayah-wilayah tersebut melalui Program SANGIHE MENGAJAR yang merupakan program kerjasama dengan BASICS-CIDA.  Dari segi pengarusutamaan gender, Program Sangihe Mengajar merupakan salah satu ‘affirmative action’ untuk memberikan kesempatan yang sama bagi anak laki-laki dan perempuan di pulau-pulau, pesisir dan desa terpencil untuk menikmati layanan pendidikan.

 Program Sangihe Mengajar ini ditujukan bagi para sarjana pendidikan yang memiliki Akta Mengajar IV.  Para sarjana yang direkrut ini akan ditempatkan sebagai guru di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama yang masih kekurangan guru, khususnya di pulau-pulau, pesisir dan desa terpencil. Nantinya, para guru ini akan dipromosikan sebagai pegawai negeri sipil yang akan ditugaskan di daerah tersebut.  

Program Sangihe Mengajar mempunyai beberapa tujuan, diantaranya : 1) membantu mengatasi kekurangan tenaga pendidik untuk jenjang pendidikan dasar khususnya di pulau-pulau, pesisir dan desa terpencil; 2) membantu mengurangi angka putus sekolah untuk jenjang pendidikan dasar khususnya di pulau-pulau, pesisir dan desa terpencil; 3) mempersiapkan tenaga pendidik yang profesional dan terampil yang mempunyai jiwa pengabdian dan motivasi yang tinggi serta kemampuan berinovasi dalam mengembangkan pendidikan di pulau-pulau, pesisir dan desa terpencil;  serta 4) membantu percepatan pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) terkait pendidikan dasar untuk semua (Tujuan 2 MDGs) dan Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar. 

Selain melaksanakan roses belajar mengajar pada satuan pendidikan sesuai dengan bidang keahlian dan tuntutan kondisi setempat, para guru Program Sangihe Mengajar juga bertugas mendorong kegiatan inovasi pembelajaran di sekolah, melakukan kegiatan ekstrakurikuler dan ikut serta melakukan tugas sosial dan pemberdayaan masyarakat untuk mendukung program pembangunan pendidikan dan kebudayaan di pulau-pulau, pesisir dan desa terpencil.

Program SANGIHE MENGAJAR yang merupakan inisiatif Pemerintah daerah menjadi sebuah harapan baru bagi anak-anak di daerah kepulauan seperti Kab. Kepl. Sangihe untuk menikmati pendidikan sebagaimana layaknya teman-teman mereka yang ada di daerah daratan. 

 


Sangihe : Promosi "SAYANG IBU"

0 komentar


Sepanjang tahun 2012, BASICS Project melalui program Basics Responsive Initiative (BRI) membantu Dinas Kesehatan Kab. Kepulauan Sangihe dalam Kegiatan Promosi Kesehatan Sayang Ibu melalui media yang dianggap efektif untuk masyarakat di daerah kepulauan. 

1.    Dialog Interaktif dan Iklan Layanan Masyarakat di RRI Tahuna

Radio menjadi media yang efektif dalam promosi kesehatan di Kab. Kepl. Sangihe karena dimiliki oleh hampir semua rumah tangga dan masyarakat Sangihe mempunyai kebiasaan mendengarkan radio setiap pagi dan malam. Dengan alasan itulah, Dinas Kesehatan Sangihe melalui dana hibah dari BASICS Project mengajak kerjasama RRI Tahuna untuk melakukan upaya promosi kesehatan ibu dan anak melalui Dialog Interaktif setiap 2 minggu sekali pada jam 08.30 – 09.30 Wita dan penyiaran Iklan Layanan Masyarakat yang mengangkat tema : 1. Pentingnya Pemeriksaan Kehamilan; 2. Tanda-tanda Bahaya pada Masa Kehamilan; 3. Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan. Dialog Interaktif melibatkan dokter umum, dokter spesialis kandungan, dan dokter spesialis anak yang membawakan topik-topik seputar KIA. Dialog interaktif ini memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berkonsultasi langsung dengan dokter mengenai berbagai masalah kesehatan, khususnya terkait kesehatan ibu dan anak. Melihat segment pendengar RRI Tahuna, Dialog Interaktif ini bisa didengar oleh seluruh lapisan masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan, serta ibu hamil, pasangan ibu hamil dan keluarga ibu hamil sehingga pesan-pesan yang disampaikan bisa menyebar lebih luas.

2. Kalender Ibu dan Anak tahun 2012

Dinas Kesehatan Kab. Kepl. Sangihe melalui tenaga kesehatan yang tersebar di Puskesmas sampai ke desa-desa selalu membagikan Buku Kesehatan Ibu Anak (Buku KIA) secara gratis kepada setiap ibu hamil. Akan tetapi dari pengalaman di lapangan ternyata para ibu hamil tidak terlalu suka membaca sehingga informasi penting yang ada di buku KIA tidak bisa tersampaikan dengan baik selain juga di beberapa daerah pedalaman dan pulau-pulau masih ada yang tidak bisa membaca. Untuk mengatasi hal tersebut, muncullah gagasan untuk memindahkan semua informasi yang ada pada buku KIA dipindahkan ke dalam media lain yang lebih efektif yaitu dalam bentuk kalender. Kalender dianggap sebagai media promosi KIA yang lebih efektif karena bisa dipasang dimana saja di dalam rumah selama setahun penuh dan akan selalu dilihat, tidak hanya oleh ibu hamil tetapi juga oleh suaminya dan anggota keluarga yang lain. Untuk membuatnya menjadi menarik, informasi dalam kalender KIA diberikan dalam bentuk gambar-gambar dengan sedikit penjelasan. Hal ini membuat tampilannya menjadi menarik dan tidak membosankan.  Selain di rumah ibu hamil, kalender KIA ini juga dipasang di setiap unit kesehatan mulai dari Puskesmas, Pustus, Poskesdes dan digunakan oleh kader sebagai media penyuluhan pada saat Posyandu. Seorang bidan dari Puskesmas Enemawira, Kecamatan Tabukan Utara menyatakan, "Kalender KIA ini kami pasang di Puskesmas dan sangat bermanfaat sekali karena bisa kami jadikan alat untuk melakukan penyuluhan setiap ada ibu hamil yang datang untuk periksa atau saat ada posyandu."


3.  Musik dan Lagu Sayang Ibu
Musik merupakan salah satu media yang juga terbukti efektif dalam menyebarkan pesan-pesan tertentu pada masyarakat, salah satunya adalah pesan-pesan kesehatan. Denganmenggunakan media musik dan lagu, khususnya jenis lagu tradisional yang disebut masamper. Dinas Kesehatan Kab. Kepl. Sangihe mengubah lagu yang sudah umum diketahui oleh sebagian besar masyarakat kepulauan Sangihe menjadi lagu Sayang Ibu. Lagu Sayang Ibu ini liriknya mengandung ajakan kepada ibu hamil untuk rajin periksa kesehatan minimal 4 kali, pesan untuk menjaga kesehatan, ajakan untuk rajin ke Posyandu untuk ditimbang, diukur tekanan darah, mendapatkan tablet Fe dan suntikan anti tetanus. Lagu dengan irama masamper ini juga mengajak seluruh anggota keluarga untuk bersama-sama menjaga ibu hamil agar ibu bisa melahirkan dengan selamat dan bayi sehat. Lagu Sayang Ibu ini selain diajarkan kepada petugas kesehatan dan kader Posyandu, juga disosialisasikan melalui RRI Tahuna sehingga bisa didengar oleh masyarakat luas. Seorang kader Posyandu dari desa Hesang, kecamatan Tamako mengungkapkan, "Saya belajar lagu Sayang Ibu waktu ada pelatihan kader BKB di Tahuna, sekarang kami di desa Hesang sudah ada kelompok BKB dan saya ajarkan lagu ini untuk ibu-ibu di kelompok kami."
 
Beberapa kegiatan promosi kesehatan di atas adalah bagian dari upaya intensif yang dilakukan Dinas Kesehatan Kab. Kepl. Sangihe bersama BASICS untuk menurunkan kasus kematian ibu di Kab. Kepl. Sangihe. Pada tahun 2011 terdapat 10 kasus kematian ibu di Kab. Kepl. Sangihe. Angka ini merupakan nomor dua tertinggi di Propinsi Sulwesi Utara. Sampai dengan bulan Juli 2012 ada 2 kasus kematian ibu, cukup menurun dibandingkan dengan situasi pada bulan Juli tahun 2011 dengan 7 kasus kematian ibu. 
  
Seperti diinstruksikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kab. Kepulauan Sangihe, dr. Hanny Tandaju, setiap Puskesmas harus mempunyai strategi untuk menurunkan kasus kematian ibu sehingga diharapkan sampai dengan akhir tahun 2012, kasus kematian ibu di Kab. Kepl. Sangihe bisa benar-benar diturunkan dari tahun sebelumnya dan dipertahankan tetap rendah di tahun-tahun mendatang. 

 
  • BASICS PROJECT NORTH SULAWESI © 2012 | Designed by Rumah Dijual, in collaboration with Web Hosting , Blogger Templates and WP Themes