Peringatan Hardiknas 2
Mei 2012 di Kab. Minahasa Utara kali ini, agak berbeda dari tahun-tahun
sebelumnya. Menandai hari yang sangat penting bagi pendidikan nasional ini,
Bupati Minahasa Utara beserta mencanangkan Ikrar Gerakan Sumikolah. Gerakan Sumikolah
ini merupakan kerjasama antara Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kab.
Minahasa Utara dan Program BASICS-CIDA. Komitmen Pemerintah Kabupaten Minahasa Utara
untuk meningkatkan Angka Partisipasi Murni pendidikan dasar melalui pengentasan
putus sekolah merupakan salah satu strategi mencapai Tujuan Pembangunan
Milenium (MDGs).
Sumikolah
merupakan bahasaTombulu – Minahasa yang
berarti “ke sekolah”. Penggunaan bahasa lokal dimaksudkan sebagai strategi
membangkitkan harga diri orang Minahasa
yang menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan. “Dr. Sam Ratulangi adalah orang Minahasa pertama yang mendapat gelar
Doktor pada masa prakemerdekaan”, ungkap Maxmilian Tapada, Kepala Dinas Dikpora
Kab. Minahasa Utara, “Pada masa itu saja
orang Minahasa sudah mencapai tingkat pendidikan tinggi, masa di zaman modern
saat ini anak-anak Minahasa masih ada yang tidak bisa menyelesaikan pendidikan
dasarnya,” tegasnya lagi. Banyak
orang tua masih menganggap pendidikan dasar hanya cukup sampai kelas 6 SD,
sementara Pemerintah Pusat sudah mencanangkan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9
Tahun. Oleh karena itu, Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun perlu semakin disosialisasikan dan pelaksanaannya membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak, baik pemerintah, masyarakat, media dan dunia usaha sebagai wujud kepedulian pada kualitas anak bangsa yang akan menjadi masa depan bangsa dan negara.
Ikrar Pencanangan
Gerakan Sumikolah dibacakan secara langsung oleh Ketua DPRD Kab. Minahasa
Utara, disaksikan oleh Bupati, wakil Bupati dan seluruh jajaran Muspida serta
stakeholder pendidikan, termasuk perwakilan dari dunia usaha yang ada di
Minahasa Utara. Bupati Minahasa Utara, Drs. Sompie F Singal, MBA dalam pidatonya
menyatakan salut kepada Dinas Dikpora dan BASICS–CIDA atas inisiatif ini. Lebih
lanjut Bupati Minahasa Utara, meminta
kepada jajaran dinas Dikpora sampai pada satuan pendidikan, agar terus
menggalakan gerakan Sumikolah ini, dan jika perlu di setiap kecamatan dibentuk
semacam pos pelayanan pendaftaran kembali siswa putus sekolah. Meskipun pendataan dan
pendampingan siswa putus sekolah ini memang masih terbatas hanya di 5 kecamatan
yang ada di Kab. Minahasa Utara, namun pemerintah daerah berjanji akan
melakukan hal yang sama di 5 kecamatan lainnya. “Pendataan anak putus sekolah akan kami lanjutkan di kecamatan yang
belum terjangkau program BASICS ini, tegas Kepala Dinas Dikpora Kab.
Minahasa Utara dalam pidato pencanangan Gerakan Sumikola di hadapan sekitar 400
orang stakeholder pendidikan Minahasa Utara.
Sebelum Pencanangan
Ikrar Sumikolah ada kegiatan pendahuluan berupa identifikasi siswa putus
sekolah. Data anak-anak putus sekolah by name, by address dijadikan dasar pencanangan Gerakan Sumikola 2012 untuk Kabupaten
Minahasa Utara. Kegiatan pendataan itu sendiri merupakan kolaborasi antara
Dinas Dikpora dengan Organisasi Masyarakat Sipil. Data yang dibacakan oleh
Kepala Dinas Dikpora Kab. Minahasa Utara dalam acara pencanangan Gerakan
Sumikola ini, masih terbatas pada
kecamatan pesisir kepulauan yang disinyalir tinggi angka putus sekolahnya di
Minahasa Utara. Dari hasil pendataan sementara diperoleh sebanyak 350 (219
laki-laki, 131 perempuan) anak usia sekolah, yang tidak lagi bersekolah.
Terutama ditemukan di 5 kecamatan pesisir, dengan sebaran di 72 desa. Penyebab utama putus sekolah antara lain;
masalah ekonomi, keterbatasan akademik,
lingkungan pergaulan dan situasi sekolah. Banyaknya anak laki-laki yang putus
sekolah sebagian besar disebabkan karena mereka lebih memilih untuk mencari
uang untuk membantu kehidupan ekonomi keluarga dan sebagian kecil karena
terpengaruh lingkungan pergaulan. Sementara hampir semua anak perempuan yang
putus sekolah dikarenakan kesulitan ekonomi sehingga orang tua memutuskan
anaknya cukup menamatkan SD atau putus sebelum menamatkan SMP. Kondisi yang sarat isu gender ini perlu mendapatkan perhatian serius dari Pemerintah Kab. Minahasa Utara. Gerakan Sumikolah bisa menjadi sebuah 'affirmative action" untuk memberikan hak pendidikan yang sama bagi anak-anak perempuan dan laki-laki.
Menyadari hal tersebut, penanganan anak putus sekolah seharusnya tidak hanya menjadi tugas Dinas Dikpora tetapi menjadi tanggung jawab bersama berbagai SKPD yang terkait dan juga pihak swasta. Dinas Dikpora Kab. Minahasa Utara sudah mulai menjajaki kerjasama dengan pihak swasta, dalam hal ini beberapa perusahaan yang berlokasi di Kab. Minahasa Utara, untuk membantu dalam program beasiswa atau orang tua asuh bagi siswa putus sekolah. Dan untuk memastikan anak-anak yang putus sekolah kembali bersekolah, juga akan dilakukan ‘home to home visit’ untuk memberikan penyuluhan dan konseling pada orang tua dan anak untuk kembali melanjutkan sekolah. Pendekatan dan konseling kepada orang tua dan anak putus sekolah tentunya perlu mempertimbangkan berbagai pilihan solusi yang memungkinkan anak tetap mendapatkan pendidikan tanpa menjadi beban bagi orang tua. Sebanyak 50 orang anak putus sekolah sudah menyatakan bersedia “Sumikolah” ketika dilakukan kunjungan rumah. Diharapkan ke depannya akan semakin banyak anak putus sekolah yang kembali ke sekolah melalui pendekatan yang terintegrasi antara pemerintah daerah dan pihak swasta.
Menyadari hal tersebut, penanganan anak putus sekolah seharusnya tidak hanya menjadi tugas Dinas Dikpora tetapi menjadi tanggung jawab bersama berbagai SKPD yang terkait dan juga pihak swasta. Dinas Dikpora Kab. Minahasa Utara sudah mulai menjajaki kerjasama dengan pihak swasta, dalam hal ini beberapa perusahaan yang berlokasi di Kab. Minahasa Utara, untuk membantu dalam program beasiswa atau orang tua asuh bagi siswa putus sekolah. Dan untuk memastikan anak-anak yang putus sekolah kembali bersekolah, juga akan dilakukan ‘home to home visit’ untuk memberikan penyuluhan dan konseling pada orang tua dan anak untuk kembali melanjutkan sekolah. Pendekatan dan konseling kepada orang tua dan anak putus sekolah tentunya perlu mempertimbangkan berbagai pilihan solusi yang memungkinkan anak tetap mendapatkan pendidikan tanpa menjadi beban bagi orang tua. Sebanyak 50 orang anak putus sekolah sudah menyatakan bersedia “Sumikolah” ketika dilakukan kunjungan rumah. Diharapkan ke depannya akan semakin banyak anak putus sekolah yang kembali ke sekolah melalui pendekatan yang terintegrasi antara pemerintah daerah dan pihak swasta.
0 komentar:
Posting Komentar