"Mungkinkah jika tidak ada pilot project BASICS, respon pusat dan
kabupaten/kota akan tetap dalam melakukan pelayanan dasar, khususnya pendidikan
dan kesehatan?," demikian pertanyaan yang diajukan oleh Edi Sugiharto, Direktur Urusan
Pemerintahan Daerah (UPD 1), Dirjen Otonomi Daerah, Kementerian Dalam Negeri
dalam penyampaian dan pengarahan kepada para peserta Lokakarya Refleksi Tengah
Tahun BASICS Responsive Initiative (BRI) tahun 2012 di Hotel GrandPuri, 12 Juli
2012. Diawali dengan pemaparan peta MDGs berbasis google earth yang mengambil contoh pelayanan kesehatan di Kabupaten
Minahasa Utara yang disampaikan oleh Kepala Bappeda Provinsi Sulut, Noldy
Tuerah, PHd dan John Duff dari BASICS CIDA di hadapan 50 peserta dari Bappeda,
Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Badan Pemberdayaan Perempuan dari 5
kabupaten/kota dan perwakilan provinsi.
Sejak 2011, BASICS melalui mekanisme BASICS Responsive Initiative
(BRI) telah mendukung Kabupaten/Kota dalam menyusun dan melaksanakan Startegi
Peningkatan Pelayanan (SPP) untuk bidang kesehatan dan pendidikan. Pada urusan
kesehatan, SPP BRI diarahkan untuk menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan balita
melalui peningkatan kunjungan ibu hamil (K4), cakupan persalinan yang ditolong
oleh tenaga kesehatan, cakupan penanganan komplikasi kebidanan dan neonatal,
cakupan kunjungan bayi dan cakupan pelayanan balita. Sedangkan di urusan
pendidikan, dukungan dana BRI difokuskan pada upaya untuk meningkatkan angka
partisipasi murni (APM), mengurangi angka putus sekolah, menuntaskan wajib
belajar 9 tahun dan peningkatan kompetensi tenaga pengajar.
Pelaksanaan rangkaian kegiatan BRI di Kabupaten/Kota dikoordinasikan
oleh Tim Pelaksana BASICS Kabupaten/Kota yang ditetapkan melalui SK
Bupati/Walikota sedangkan untuk tingkat Provinsi ada Sub Komite Kesehatan dan
Pendidikan. Setiap 6 bulan, sub komite BRI tingkat Provinsi melakukan
monitoring dan evaluasi untuk memastikan kegiatan BRI di setiap Kabupaten/Kota
berjalan sesuai dengan perencanaan dalam SPP yang sudah disepakati. Monitoring
juga dilakukan untuk mengetahui kendala, tantangan serta pembelajaran. Hasil
monitoring tersebut kemudian dijadikan dibawa dalam Refleksi Pelaksanaan BRI
yang bertujuan sebagai forum belajar bersama. Dari pertemuan refleksi
pelaksanaan BRI ini bisa diformulasikan tindak lanjut dari program/kegiatan yang
sudah dilakukan dan pembelajaran yang bisa dianggap menjadi best practice/praktek cerdas serta
kegiatan/produk unggulan.
Salah satu produk yang inovatif adalah ‘DAK
Like’ yang
saat ini sedang dalam proses finalisasi. Ini adalah sebuah mekanisme bantuan
Provinsi kepada Kabupaten/Kota dalam meningkatkan pelayanan dasar urusan
kesehatan. Mekanisme DAK Like ini didukung analisis unit cost untuk alokasi
anggaran kesehatan, yang bisa membantu Kabupaten/Kota dalam merencanakan dan
menganggarkan berbagai program/kegiatan untuk mencapai SPM kesehatan. Sebagai
contoh, melalui kajian unit cost dapat diketahui jumlah biaya yang dibutuhkan
bagi satu orang ibu hamil mulai dari pemeriksaan K1-K4 hingga persalinan dan
nifas serta perawatan bayi hingga balita. Jika alokasi APBD Kabupaten/Kota
belum bisa memenuhi dana yang dibutuhkan, maka Kabupaten/Kota bisa mengajukan
alokasi dana tambahan kepada Provinsi melalui mekanisme DAK Like. Diharapkan upaya ini akan memberi kontribusi
bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan pencapaian SPM serta MDGs.
0 komentar:
Posting Komentar